JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengomentari pemecatan terhadap 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan resmi angkat kaki pada 30 September 2021. Jokowi menyatakan, tidak semua urusan negara harus dibawa kepada dirinya.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari menanggapi pernyataan Jokowi tersebut. Menurut Feri, sudah sepatutnya Presiden bertanggungjawab terkait pemecatan 57 pegawai KPK.
“Loh bukannya secara ketatanegaraan memang kewenangan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan,” kata Feri dalam keterangannya, Kamis (16/9).
Padahal Ombudsman Republik Indonesia (ORI) dan Komnas HAM telah memberikan rekomendasi kepada Presiden Jokowi untuk menyikapi polemik asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sudah seharusnya, Jokowi bisa turun tangan menyikapi polemik alih status pegawai KPK.
“Apalagi PP Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS, presiden berwenang melantik dan memberhentikan PNS,” tegas Feri.
Dia menyesalkan, Jokowi yang justru lari dari tanggung jawab terkait pemecatan terhadap 57 pegawai KPK.
“Menurut saya, pembiaran presiden harus dipahami bahwa ini yang memberhentikan pegawai KPK adalah Jokowi. Sebab yang buat UU 19/2019 tentang KPK, PP alih status pegawai KPK, dan PP manajemen pegawai kan Jokowi,” cetus Feri.
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Azyumardi Azra juga berpendapat senada. Dia menegaskan, tidak sepatutnya Presiden Jokowi mengelak tanggungjawab atas pemecatan 57 pegawai KPK.
“Sopan santunnya, Presiden sebagai pemimpin eksekutif puncak mesti menertibkan pimpinan KPK yang berlaku sewenang-wenang. Fatsunnya pula Presiden mengikuti rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM sebagai lembaga resmi negara,” harap Azra. (jawapos)