CIREBON – BRT memang belum maksimal digunakan oleh masyarakat setelah diresmikan pada April lalu. Hingga saat ini BRT masih beroperasi dengan menggunakan anggaran pemerintah daerah.
Dari total anggaran yang digelontorkan Rp500 juta tahun ini, lebih banyak digunakan untuk mengurus perizinan. Seperti balik nama kendaraan dan biaya operasional pembuatan halte.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Cirebon, Drs Andi Armawan mengatakan, setelah di-launching, operasional BRT tidak berhenti dan diharapkan menjadi armada transformasi yang moderen.
Melihat proses administrasi, diakuinya memang tidak mudah. Mulai dari pengurusan SK walikota dan sebagainya, termasuk tarif yang sudah ditetapkan.
Dishub dan PD Pembangunan, kata Andi, masih berkoordinasi dengan pihak perbankan seperti Bank Indonesia, bagaimana penggunaan BRT ini dengan pembayaran nontunai.
Sementara itu, untuk perencanaan anggaran di tahun 2022 Dishub sudah berupaya menyusun anggaran operasional BRT agar dapat dimaksimalkan. Karena di tahun 2021 ini dari 10 bus yang ada, hanya 3 bus beroperasi secara bergantian untuk menekan biaya operasional harian BRT.
Andi tidak menampik, sebelumnya operasional BRT sempat terhenti saat pemerintahan menerapkan kebijakan PPKM darurat hingga PPKM level 4, lantaran sejumlah akses jalan disekat.
Namun seiring dengan penurunan kasus Covid-19, dan diberlakukannya ganjil genap, BRT bisa kembali beroperasi. “Dishub juga berharap dengan kembali masuknya siswa sekolah, keberadaan BRT dapat dimanfaatkan siswa untuk transportasi, baik berangkat maupun pulang sekolah,” ujar Andi. (abd)