Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono Jadi Tersangka Kasus Gratifikasi

JAKARTA – Setelah melakukan serangkaian kegiatan penyidikan, KPK akhirnya mengumumkan penetapan tersangka dugaan suap dan gratifikasi di Pemkab Banjarnegara kemarin (3/9). Dalam kasus tersebut, Bupati Budhi Sarwono menjadi tersangka penerima gratifikasi dan ikut jadi pemborong proyek.

Budhi langsung ditahan setelah diperiksa di gedung KPK. Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, penyidikan Budhi dilakukan sejak Mei lalu.

Selain Budhi, pihaknya juga menetapkan Kedy sebagai tersangka. Kedy merupakan orang kepercayaan Budhi dan tim sukses (timses) Budhi saat pemilihan kepala daerah (pilkada) pada 2017. ”Untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan para tersangka untuk 20 hari ke depan,” kata Firli.

Lebih lanjut Firli menyebut Budhi dan Kedy diduga melanggar pasal 12 huruf (i) serta pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor. Serta disangkakan pula sebagaimana pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara serta denda paling banyak Rp 1 miliar.

Perkara itu, kata Firli, berawal pada September 2017 atau beberapa saat setelah Budhi terpilih sebagai bupati Banjarnegara periode 2017–2022. Kala itu Budhi memerintah Kedy memimpin rapat koordinasi para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Banjarnegara. Di pertemuan tersebut, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan harga perkiraan sendiri (HPS) 20 persen dari nilai proyek.

”Dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan commitment fee sebesar 10 persen dari nilai proyek,’’ jelas Firli.

”Dan, secara langsung BS (Budhi) menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu dengan pembagian lanjutan senilai 10 persen untuk BS sebagai commitment fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan,’’ ungkapnya.

Firli menyebut fee 10 persen diduga diterima langsung oleh Budhi maupun melalui Kedy. Sejauh ini KPK mengendus fee yang telah diterima Budhi total Rp 2,1 miliar.

”KA (Kedy) juga selalu dipantau serta diarahkan oleh BS saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya dikerjakan oleh perusahaan milik BS yang tergabung dalam grup BM (Bumi Redjo, Red),’’ papar Firli.

Sementara itu, Budhi setelah diperiksa menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menerima uang Rp 2,1 miliar seperti disangkakan KPK. Dia juga membantah bahwa Bumi Redjo, yang merupakan perusahaan keluarganya, ikut menggarap pekerjaan infrastruktur di Banjarnegara. ”Mohon ditunjukkan yang memberi (Rp 2,1 miliar) siapa dan (diberikan) kepada siapa,”kata Budhi. (jawapos)

Tinggalkan Balasan