JAKARTA – Pemerintah daerah tidak bisa sering-sering melakukan perjalanan dinas tahun depan. Sebab, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah memberikan rambu-rambu menjelang penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2022.
Panduan dari pusat tersebut tertuang dalam Permendagri No 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan APBD. Salah satu aspek yang disoroti adalah perjalanan dinas (perdin).
Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian Noervianto mengatakan, desain APBD 2022 harus memperhatikan asas efektivitas dan efisiensi. Karena itu, porsi untuk hal-hal yang tidak memiliki urgensi harus dikurangi. Misalnya, perjalanan dinas.
Di tengah pandemi yang belum jelas kapan berakhir, kata dia, ada banyak sektor yang lebih kritikal. Sebut saja sektor kesehatan, ekonomi, dan sosial. ’’Alihkan ke belanja yang memberikan manfaat langsung kepada masyarakat,’’ ujarnya dalam konferensi pers kemarin (2/9).
Menurut Ardian, secara substansi, perdin dilakukan untuk fungsi koordinasi dan konsultasi. Nah, dengan adanya aplikasi seperti Zoom Meeting, frekuensi perdin harus bisa dikurangi. Apalagi, meski melalui perangkat tersebut, pejabat daerah bisa tetap saling tatap muka. ’’Pandemi sudah mengajarkan ada budaya baru,” katanya.
Anggaran Hanya Dikurangi, Bukan Dihilangkan
Kendati demikian, tidak berarti perjalanan dinas dihilangkan seluruhnya. Ardian mengatakan, pihaknya memahami bahwa ada program-program yang tetap perlu dilihat dan ditinjau secara langsung. Misalnya, pembangunan infrastruktur. Eksekutif juga perlu memastikan laporan yang diterima sesuai dengan kondisi riil di lapangan.
Tahun depan Ardian meminta Perdin difokuskan untuk keperluan dengan karakteristik tersebut. Kalau sebatas koordinasi dan konsultasi, pemda bisa memanfaatkan fasilitas teknologi.
Jika frekuensi perdin bisa dikurangi, pihaknya meyakini akan ada efisiensi yang cukup besar. Berkaca pada alokasi di APBD 2021, dana perdin yang dilakukan pemda di seluruh Indonesia terbilang fantastis: mencapai Rp 38,1 triliun. Perinciannya, pemerintah provinsi Rp 9,4 triliun dan pemerintah kabupaten/kota Rp 28,7 triliun. ’’Silakan dialokasikan ke penganggaran lainnya,” imbau Ardian.
Selain perdin, lanjut dia, efisiensi lainnya bisa dilakukan dalam penggunaan kertas dan toner (tinta, print, dan sebagainya). Pada 2021 belanja kertas oleh pemda mencapai Rp 811,3 miliar dan toner Rp 567 miliar. Dengan pemanfaatan teknologi, dia meyakini anggaran untuk kebutuhan itu bisa ditekan. ’’Belanja konsumtif bisa semakin dirasionalkan,’’ tegasnya.