TASIKMALAYA – Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar) Uu Ruzhanul Ulum menyebut, perlu upaya konkrit dalam penanggulangan kemiskinan ekstrim di daerah. Upaya Kolaboratif juga menjadi penting agar penanganan bisa berjalan secara terpadu.
Uu menilai, yang namanya kemiskinan sudah menjadi kewajiban para pemangku kepentingan untuk mencarikan solusi dan menanggulanginginya.
Sejauh ini, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan, prodak pembangunan, infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan lainnya, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.
Adapun upaya penanggulangan kemiskinan juga sejalan dengan arahan Presiden RI tentang strategi penanggulangan kemiskinan ekstrem untuk segera menurunkan angka kemiskinan ekstrim hingga 0 persen pada tahun 2024.
‘’Inipun sejalan dengan pencapaian goal-1 SDG’s yaitu “Tanpa Kemiskinan” pada tahun 2030,’’kata Uu dalam keterangannya, Rabu, (25/8).
Per Maret 2021, persentase penduduk miskin provinsi Jawa Barat berada di urutan ke-16 terendah nasional. Namun jumlah penduduk miskin provinsi Jawa Barat masih di urutan ke-2 terbanyak nasional.
Angka kemiskinan provinsi Jawa barat menurut data BPS bulan Maret tahun 2021 mengalami peningkatan menjadi sebesar 8,4 persen, atau sekitar 4,2 juta jiwa, jika dibandingkan dengan angka kemiskinan bulan Maret tahun 2020 yang mencapai 7,88 persen atau sekitar 3,9 juta jiwa.
“Kami ingin dalam rangka menurunkan angka kemiskinan ini secara kebersamaan satu sama lain karena saling keterkaitan (antara satu daerah dengan daerah lain),’’ ujar Panglima Santri Jabar ini.
“Maka kami pemerintah Provinsi ingin dalam menurunkan rangka menurunkan angka kemiskinan ini ada kolaborasi antara kabupaten/ kota dengan kami Provinsi sehingga jelas kerjanya, penganggulangan kemiskinan bisa lebih efektif,” tambah Dia.
Uu mengungkapkan, sejumlah faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan ekstrem. Antara lain, yaini tingkat pendapatan rumah tangga sangat rendah atau tidak ada pendapatan sama sekali.
Kedua, lanjut dia, tidak memiliki pendidikan dan keterampilan sangat rendah atau tidak sekolah, baik di pendidikan formal maupun informal.
Selain itu, rendahnya tingkat kesehatan dan tidak cukup memiliki akses ke fasilitas kesehatan juga jadi faktor terjadinya kemiskinan ekstrim.
“Selanjutnya, keterbatasan akses terhadap lapangan kerja. Serta sanitasi dan lingkungan hunian buruk,” sebut Uu.