JAKARTA – Mulai kemarin (17/8), penurunan harga tes polymerase chain reaction (PCR) resmi berlaku. Batas tarif tertinggi pemeriksaan real time PCR (RT-PCR) menjadi Rp 495.000 untuk wilayah Jawa-Bali dan Rp 525.000 untuk luar Jawa-Bali.
”Dengan penetapan tersebut, kami mengimbau seluruh dinas kesehatan, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemberlakuan tarif tertinggi ini,” jelas Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito kemarin.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof Abdul Kadir menjelaskan, pihaknya telah melakukan evaluasi terkait biaya operasional terbaru pelaksanaan tes PCR. Kemenkes menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Pemerintah, kata dia, akan terus mengevaluasi dan meninjau ulang batas tertinggi harga tes tersebut secara berkala berdasar dinamika yang ada.
Batasan tarif itu hanya berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri atau mandiri. Sedangkan untuk kepentingan penelusuran kontak atau rujukan kasus Covid-19 ke rumah sakit, harga itu tidak berlaku. Karena mendapatkan bantuan pemeriksaan RT-PCR dari pemerintah atau bagian dari penjaminan pembiayaan pasien Covid-19.
Abdul Kadir menyebutkan, sebelumnya harga tes PCR cukup tinggi karena unit cost disesuaikan dengan harga bahan-bahan yang diperlukan. Harga bahan tersebut cukup tinggi pada masa awal pandemi.
”Aturan batas harga tertinggi pemeriksaan RT-PCR yang berlaku mulai 17 Agustus 2021 ini akan dituangkan dalam surat edaran dari Kementerian Kesehatan,” jelasnya.
Menurut Abdul Kadir, ada perbedaan batas harga tertinggi tes PCR di luar Jawa-Bali dengan di Jawa-Bali. ”Karena memperhitungkan variabel biaya transportasi,” imbuhnya.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengungkapkan, harga tes PCR tersebut kini berkurang sekitar 45 persen dari batas harga tertinggi sebelumnya. Pemerintah, lanjut dia, juga mengatur hasil tes PCR harus dapat dikeluarkan dalam durasi maksimal 1 x 24 jam.
Dengan pemeriksaan yang makin masif dan cepat, kasus konfirmasi bisa terdeteksi lebih cepat dan segera ditindaklanjuti. ”Semoga kebijakan baik ini dapat memotivasi lebih banyak warga untuk bersikap proaktif melakukan tes secara mandiri sehingga pada akhirnya Indonesia lebih cepat pulih dari pandemi,” harapnya.