Jika dibandingkan antara penetapan harga dalam Surat Edaran milik Kementerian Kesehatan dengan harga pembelian oleh pelaku usaha, gap harga reagen PCR mencapai 5 kali lipat. Dia menuturkan, Kementerian Kesehatan tidak pernah menyampaikan mengenai besaran komponen persentase keuntungan yang didapatkan oleh Pelaku Usaha yang bergerak pada industri pemeriksaan PCR.
“Kebijakan yang dibuat tanpa adanya keterbukaan berakibat pada kemahalan harga penetapan pemeriksaan PCR dan pada akhirnya hanya akan menguntungkan sejumlah pihak saja,” beber Wana.
Oleh karena itu, ICW meminta Kementerian Kesehatan segera merevisi Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan PCR. Selain itu, Kementerian Kesehatan segera membuka informasi mengenai komponen penetapan tarif PCR kepada publik.
“Kementerian Kesehatan harus memberikan subsidi terhadap pemeriksaan PCR yang dilakukan secara mandiri,” harap Wana.
Mengenai polemik mahalnya harga tes PCR, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengambil langkah tegas dengan meminta harga tes PCR diturunkan. Hal ini diharapkan bisa memperbanyak testing atau memperbanyak pemeriksaan tes Covid-19.
“Saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran Rp 450 ribu sampai Rp 550 ribu,” kata Jokowi dalam keterangannya, Minggu (15/8).
Kepala Negara menuturkan, dengan penurunan harga tes PCR bisa memperbanyak tes pemeriksaan Covid-19. Sehingga penurunan harga, menjadi salah satu cara untuk memperbanyak tes tersebut. “Salah satu cara untuk memperbanyak testing adalah dengan menurunkan harga tes PCR. saya sudah berbicara dengan Menkes mengenai hal ini,” pungkas Jokowi. (jawapos)