“Pembebasan denda tidak berlaku untuk pembebasan pembayaran motor baru, ubah bentuk, lelang/eks-dump yang belum terdaftar, serta ganti mesin,” hematnya.
Kedua, lanjut dia, bebas pokok dan denda BBNKB II (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor). Keringanan ini dapat dimanfaatkan warga yang ingin melakukan proses Balik Nama Kendaraan Bermotor Kedua dan seterusnya di wilayah Jawa Barat.
Sementara ketiga, sambung dia, bebas tarif progresif pokok tunggakan. Keringanan ini dikhususkan untuk warga yang ingin mengajukan permohonan BBNKB II (Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor) kepemilikan kedua dan seterusnya. Lalu jika masih memiliki tunggakan, tarifnya hanya sebesar 1,75 persen.
Terakhir, Hening menuturkan, program Triple Untung Plus tahun lalu juga digulirkan dan terbukti membantu para wajib pajak yang sedikit banyak terdampak pandemi Covid-19. Upaya penarikan pajak kendaraan diakui tidak optimal karena daya beli mayarakat yang turun akibat pandemi.
“Daya beli masyarakat menurun akibat pandemi, yang juga berdampak kepada pembayaran PKB. Banyak di antara mereka yang pendapatannya menurun bahkan terkena PHK,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Pansus I sekaligus Sekretaris Komisi II DPRD Jabar, R Yunandar Eka Perwira mengatakan, ada dua hal yang harus dilakukan. Pertama, penyesuaian pemasukan dan belanjaan. Kedua perubahan anggaran.
“Beberapa minggu lalu saya telah mengadakan rapat kerja bersama BPKAD dan Bappeda Jabar. Menurut BPKAD kemarin, bahwa kita (Jabar) meleset Rp3,7 Triliun dari pendapatan,” ucap Yunandar.
“Itu sangat signifikan sekali Rp3,7 Triliun untuk APBD Jabar. Dampaknya terhadap belanja daerah. Maka mau tak mau harus dikurangi,” imbuhnya.
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan, penyebab adanya kemelesetan tersebut terdapat dari perencanaan. Padahal, sambung dia, pada proyeksi Bappenda pada tahun lalu telah mengatakan bahwa PAD turun sebesar Rp3 Triliun.
“Dari segi perencanaan ini menurut saya dari awal sudah salah. Waktu proyeksi sudah mengatakan PAD turun. Namun atasannya tidak mau merubah itu. Jadi tetap pada kondisi normal. Alhasil kondisinya seperti sekarang. Meleset 3,7 triliun,” katanya.
Ia menjelaskan, dari kurangnya perencanaan ini sangat bisa sangat berdampak terhadap belanja daerah maupun ekonomi. Terlebih pada pemulihan ekonomi.