Banyak Ditolak, Rumah Singgah bagi Pasien Covid-19, Kecamatan Antapani Gagas Program Rumah Singgah Sehat

BANDUNG – Kecamatan Antapani di Kota Bandung membuat program yang diberi nama Rumah Singgah Sehat (RSS) bagi para warga yang tidak terpapar COVID-19. Warga yang tidak terjangkit itu nantinya bakal tinggal di rumah kosong atas sukarela dari warga setempat.

Camat Antapani Rahmawati Mulia menyebut, program RSS terbentuk karena banyaknya warga yang menolak mengizinkan bangunan di lingkungan rumah mereka menjadi tempat isolasi mandiri (isoman) bagi pasien penderita COVID-19.

“Penolakan atau tidak menerima pasien Covid menempati rumah singgah milik warga lain itu banyak terjadi. Tidak hanya kewilayahan, di tingkat Kota juga ada. Beberapa Hotel tidak jadi dijadikan rumah singgah karena mendapat penolakan dari warga sekitar. Jadi di Antapani akan dicoba dengan istilah namanya Rumah Singgah Sehat bagi orang yang hasil rapid antigen dan atau tes PCR swab negatif,” tutur Rahmawati, di Kota Bandung, Sabtu (26/6).

Alasan lain yaitu keterbatasan anggaran. Menurutnya, rumah isolasi mandiri bagi para pasien penderita Covid-19 harus memiliki alat penunjang seperti tabung gas oksigen dan lainnya. Hal itu yang kemudian tidak memungkinkan dilakukan di Kecamatan Antapani.

“Anggaran tidak ada, harus putar otak. Lalu kemudian bagaimana kalo dibuat seperti ini (RSS),” ujarnya.

Konsep Rumah Singgah Sehat Kecamatan Antapani

Rahmawati menjelaskan konsep RSS itu. Penghuni RSS adalah keluarga dari pasien Covid-19, dan terbukti negatif sehingga tidak berpotensi menularkan virus korona.

“Jadi, misalnya dalam satu rumah terdapat lima orang. Lalu setelah dilakukan tes didapati bahwa tiga orang dinyatakan positif covid dengan OTG. Maka mereka itu melakukan isolasi mandiri di rumah tersebut. Sedangkan dua orang lainnya akan tinggal di RSS ini,” jelasnya.

Kebutuhan yang diperlukan selama berada di RSS pun akan ditanggung pihak Satgas penanganan Covid-19 tingkat RW sampai kecamatan. Program RSS akan memprioritaskan masyarakat dengan kondisi tempat tinggal yang kurang memungkinkan apabila tinggal berbarengan dengan keluarga yang sedang isoman.

Menurut Rahmawati, tak mudah mendapatkan persetujuan terkait program itu ketika di lapangan. Sebab, banyak ketua RW yang tidak setuju. Namun, hal tersebut kemudian mendapat dukungan dari banyak pihak setelah tim dari kecamatan melakukan sosialisasi.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan