JAKARTA – PT Indofarma Tbk telah merilis obat terapi pasien COVID-19. Obat yang diberinama Ivermectin telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Potensi munculnya mafia obat pun kini sangat tinggi, mengingat COVID-19 saat ini tengah melonjak.
Deputi Kampanye Publik Said Aqil Siroj (SAS) Institute, Endang Tirtana mengingatkan kepada pemerintah agar mafia obat COVID-19, Ivermectin yang baru saja dirilis PT Indofarma.
Pengawasan ketat harus dilakukan dalam distribusi obat Ivermectin. Jangan sampai obat tersebut tak sampai kepada mereka yang membutuhkan.
“Pihak kepolisian harus memastikan distribusi obat murah ini sampai ke tingkat terkecil, Puskesmas. Bukan nanti malah obat ini sulit dicari dan dijual mahal oleh pihak tertentu,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (23/6).
Dikatakannya, hilangnya masker, APD hingga hand sanitizer di awal pandemi COVID-19 harus menjadi pelajaran.
“Jangan sampai nantinya obat terapi pasien COVID-19 yang akan dibanderol dengan harga mulai dari Rp5.000 hingga Rp7.000 per tablet tersebut malah dimonopoli,” ungkapnya.
Selain itu, dia mengharapkan obat tersebut mampu memberikan kecepatan penyembuhan pada masyarakat yang tengah melakukan isolasi mandiri. Karenanya, keberadaan Ivermectin harus mudah ditemukan.
“Obat terapi ini harapannya bisa mempercepat penyembuhan mereka yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Sehingga beban tenaga medis dan rumah sakit dapat berkurang, dan nyawa masyarakat dapat lebih banyak diselamatkan,” jelasnya.
Tak lupa dia mengapresiasi upaya pemerintah dalam menuntaskan pandemi, salah satunya dengan menemukan obat terapi COVID-19 ini. Karena perlu terobosan dalam memecah kebuntuan akibat virus asal Wuhan, China itu.
“Penemuan obat terapi COVID-19 ini merupakan upaya pemerintah untuk segera keluar dari pandemi. Terobosan dan gagasan dari Menteri BUMN Erick Thohir ini layak mendapatkan dukungan serta apresiasi,” ucapnya.
Meski demikian, masyarakat diminta tak lantas abai dengan protokol kesehatan. Sebab mereka yang telah menjalani vaksinasi saja masih berpotensi terjangkit COVID-19. (gw/fin)