Isu Presiden 3 Periode Kembali Mencuat, Pengamat: Politisi itu seperti Gangster

DEPOK – Bagai bola liar, wacana Presiden tiga periode kini mulai menggelinding tiada arah. Spekulasi pun bermunculan menanggapi kabar tersebut.

Pengamat kebijakan publik Kota Depok, Mohammad Saihu menilai, narasi presiden 3 periode yang coba digaungkan beberapa kelompok yang tergabung dalam komunitas Pro-Jokowi-Prabowo (Projo) perlu ditanggapi secara serius.

“Bagi saya, ini menarik. Pertama, karena ini isu lama yang coba didengungkan ulang. Kedua, korelasinya dengan kelompok kepentingan. Dan ketiga, terkait wacana amendemen sebagai prasyarat bagi agenda mengusung Jokowi tiga periode,” kata M. Saihu kepada Jabar Ekspres, Selasa (22/6).

Direktur Eksekutif Reide Indonesia itu mengatakan, upaya menerabas batas masa jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode atau lebih, sebetulnya memiliki ruang dan peluang cukup besar.

“Sebab, menjadi sebuah keniscayaan dalam hal perubahan periodisasi jabatan presiden. Dalam politik, tidak ada yang mustahil. Siapapun tahu bahwa politik itu semuanya by design (tidak ada yang kebetulan),” ujarnya.

Berpijak pada pemahaman itu, ia percaya bahwa isu yang kini sedang ramai oleh kubu pengusung amendemen jabatan presiden menjadi tiga periode bakal berlangsung seru dan sengit.

“Kalau ada yang bertanya, mungkinkah UUD 1945 amendemen untuk memuluskan wacana yang sedang bergulir? Jawabannya sudah pasti sangat mungkin,” paparnya.

Perlu Amendemen UUD Jika Ingin Presiden Tiga Periode

Ketua Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Provinsi Jawa Barat (Bidang Reformasi Birokrasi dan Kebijakan Publik) itu bahkan menyebut, watak politisi itu bak para gangster.

“Terminologi (istilah) ini sempat dipopulerkan oleh Sylvie Rony yang menyebut ‘Politicians are like gangsters. Unless you catch them redhanded, you never get them. Yang kalau diartikan ‘apapun cara Anda untuk menangkap maksudnya (politisi), sulit untuk didapat,” paparnya.

Ia melanjutkan, mental gangster sendiri amat lekat dengan karakter bengis, kejam, licik dan keras kepala (menuruti syahwat politik). Karenanya, susah percaya kalau motif di balik upaya amendemen konstitusi berdiri di atas kepentingan mayoritas rakyat.

Dengan nada sinis, ia justru menaruh kecurigaan atas modus operandi (niat jahat) yang melatari wacana hangat ini. Ia justru khawatir jika kekuasaan terlalu lama di tangan kepada seseorang (penguasa).

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan