JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyampaikan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah merestui perpanjangan pemberian insentif fiskal berupa penurunan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) untuk kendaraan bermotor.
Pengamat CORE Piter Abdullah mengatakan, diskon PPnBM di sektir otomotif adalah bagian dari upaya pemerintah untuk memulihkan ekonomi yang terdampak oleh pandemi Covid-19. Melalui kebijakan ini diharapkan pembelian kendaraan otomotif bisa meningkat.
“Pada akhirnya bisa membantu industri otomotif dan semua industri terkait untuk bertahan ditengah pandemi,” ujarnya saat dihubungi oleh JawaPos.com, Sabtu (19/6).
Menurutnya, indusri tidak bisa dibiarkan kolaps selama pandemi karena bisa menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). “Ekonomi akan sangat sulit dibangkitkan kalau semua sudah telanjur bangkrut atau kolaps,” imbuhnya.
Dia juga memandang, kebijakan pelonggaran PPnBM tidak bisa disandingkan dengan isu pengenaan PPN sembako dan pendidikan. Menurutnya, pelonggaran PPnBM adalah kebijakan pemulihan ekonomi ditengah pandemi.
“Sementara wacana pengenaan ppn sembako dan pendidikan adalah upaya penguatan perpajakan ketika perekonomian sudah pulih,” tuturnya.
Sementara, secara terpisah, Direktur center of economic and law studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, tujuan stimulus PPnBM secara filosofi untuk mengendalikan ketimpangan antar penduduk kaya dan misin yang objeknya adalah barang mewah.
Selain itu, fungsi lain kebijakan stimulus PPnBM untuk mendorong masyarakat mengalihkan konsumsi ke produk yg lebih ramah lingkungan misalnya. Artinya, jika mobil listrik PPnBMnya lebih kecil dari mobil yang berbahan bakar minyak (BBM) maka dinilai tepat.
“Tapi saat ini justru mobil BBM yang diturunkan PPnBMnya. Itu kebijakan yang kurang sinkron,” ujarnya saat dihubungi oleh JawaPos.com, Sabtu (19/6).
Bhima menyebut, dampak dari turun PPnBM itu sendiri memang naikkan penjualan mobil, namun harus diperiksa kembali apakah hal ini sekedar beralihnya konsumen mobil bekas ke produk pabrikan baru. “Selisih harga mobil baru dan bekas yang menyempit karena fasilitas ppnbm 0 persen sebenarnya memicu kanibalisasi saja. Apa pedagang mobil bekas menikmati insentif pajak juga? Kan enggak ya,” ungkapnya.
Bhima juga menyinggung prinsip keadilan pajak perlu dijunjung tinggi agar jangan sampai persepsi masyarakat terhadap kebijakan pajak hanya terkesan menguntungkan orang kaya.