BANDUNG – Wacana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPn) atas pembelian bahan pokok sebesar 12 persen banyak mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi mengatakan, kebijakan itu hanya membuat kondisi masyarakat tambah sulit. Sebab, sembilan bahan pokok adalah kebutuhan primer masyarakat.
‘’Kebutuhan pokok bagi masyarakat kecil merupakan porsi terbesar pengeluaran rumah tangga. Sehingga, jika pengeluaran naik dan pendapatannya tetap maka daya beli pasti menurun,’’kata Acu kepada Jabareskpres.com, Kamis, (17/6).
Dia menilai, sekitar 70 persen masyarakat masih di bawah garis kemiskinan. Terlebih dalam kondisi Pandemi ini. Sehingga, jika harga sembako naik, maka akan menimbulkan dampak berbahaya.
Beberapa kasus mengenai masalah kesehatan dan sosial masih banyak terjadi. Seperti stunting atau kurang gizi, tidak memiliki daya beli dan sebagainya.
Dengan begitu, jika dinaiknya harga bahan pokok, permintaan atas barang tersebut akan tertekan. Sebab, sebagian besar masyarakat tidak mampu untuk membeli dalam jumlah mencukupi.
“Efeknya yang kemungkinan terjadi dari sisi konsumsi masyarakat miskin ya seperti itu,” ujarnya.
Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan sembako yang dibutuhkan masyarakat bawah, Indonesia masih mengandalkan impor. Sebab, dengan mendatangkan produk bahan pokok dari luar negeri maka biaya lebih murah
‘’Ini akan sangat berdampak pada tenaga kerja, kesejahteraan petani dan lain sebagainya,’’kata dia.
Jika penerapan PPN ini dilakukan maka akan berimbas kepada kenaikan harga sembako. Kemungkinan akan ada penurunan permintaan. Itu sama saja memukul sektor pertanian.
‘’Ini juga nantinya malah menyuburkan impor. Kenapa? karena harga impor lebih murah, ya lebih baik kita membeii barang impor,” terangnya
Melihat kondisi itu, sebetulnya ada cara lebih efektif untuk meningkatkan pemasukan negara. Salah satunya dengan melalui penerimaan bukan pajak dari hasil kekayaan negara yang dipisahkan.
Selain itu, optimalisasi piutang pajak perlu dioptimalkan. Termasuk memiskinkan para pengemplang pajak dan koruptor.
‘’saya kira ini potensinya juga masih sangat besar,” cetus Ketua Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jawa Barat itu.
Pemerintah juga, bisa melakukan pendekatan melalui efesiensi sisi pengeluaran. hal-hal yang tidak masuk skala prioritas bisa dilakukan penjadwalan ulang.