JAKARTA- Ekonomi senior Rizal Ramli mengaku prihatin dengan wacana pajak penambahan nilai (PPN) terhadap sembako dan pendidikan.
Wacana itu tersebut tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Dia menilai pemerintah sedang panik, lagi kesulitan likuiditas penerimaan pajak rendah. Tapi wacana ini sangat tidak manusiawi.
‘’Tega-teganya mau kasih pajak PPN kepada sembako, pendidikan dan sebagainya. Mohon maaf ini zalim,” kata Rizal Ramli dikutip dari chanel YouTube Karni Ilyas Club, Ahad (13/6).
Rizal Ramli mengatakan, dari dulu semenjak Indonesia merdeka, semua presiden selalu menjaga harga sembako.
Bahkan diberikan subsidi. Pun demikian dengan pendidikan. Tapi di rezim ini kehilangan kehilangan akal.
“Ini kok tega, saking paniknya sembako pun mau dinaikin pajak, pendidikan juga. Kaya akal kehilangan,” ujar Rizal Ramli.
Mantan Menteri Koordinator Bidang perekonomian ini mengatakan, kebijakan PPN sembako dan sekolah ini menindas rakyat kecil. Sementara di sisi lain, rakyat kelas atas dimanjakan dengan pajak 0 persen.
“Pajak yang besar-besar malah didukung pajak 20 tahun. Bebas pajak pendapatan. Untuk batu bara royaltinya diturunin nol. Untuk pembelian mobil, di-nolin,” jelasnya.
“Jadi ini benar-benar pemerintah sangat pro dengan yang kaya dan nindas ke yang miskin dengan kebijakannya,” imbuh Rizal Ramli.
Dia mengatakan, kebijakan pajak ini karena ada beban kewajiban bayar bunga utang yang begitu besar pertahunnya.
“Mari kita bertanya secara objektif. Apa sih masalah kita. Masalah kita yang utama adalah kewajiban bayar bunga utang Rp273 triliun pertahun. Selama ini minjam dengan bunga 2 persen lebih tinggi dari yang seharusnya,” katanya.
Rizal Ramli menyarankan pemerintah agar fokus mengecilkan bunga utang negara. Agar tidak menjadi beban pertahunnya.
“Jadi pokok masalah kita di situ. Mengapa ga fokus ke masalah itu. Caranya, lakukan terobosan agar kewajiban bunga itu bisa dipotong menjadi setengahnya,” pungkasnya. (fin.co.id).