JAKARTA – Putri Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid, Anita Wahid ikut mengomentari isu radikalisme dan taliban di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam hal ini menyangkut 75 anggota yang diberhentikan melalui tes wawasan kebangsaan.
Anita yang merupakan Presidium Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo) ini menilai, saat ini persoalan di KPK bukan soal Taliban dan radikalisme. Tapi upaya melemahkan komisi antirasua itu.
“Yang kita lawan sekarang adalah mengenai pelemahan gerakan korupsinya, mengenai pelemahan pemberantasan korupsinya. Udah nggak ada lagi mengenai radikalisme,” kata Anita dalam tayangan bertajuk Narasi Talibanisme di KPK, Selasa (8/6).
Menurutnya, isu Taliban yang terjadi di tubuh KPK sengaja dibuat dan diembuskan secara luas, agar kelompok yang mendukung KPK terganggu oleh isu polarisasi yang bermuara pada isu radikalisme dan anti-radikalisme. Sehingga dampaknya kelompok yang semula mendukung KPK melawan radikalisme menjadi enggan karena termakan isu tersebut.
“Isu-isu tersebut sengaja dibuat oleh orang-orang yang menghendaki pelemahan KPK. Agar dukungan masyarakat terhadap lembaga anti-korupsi ini melemah,” tutur Anggota Koalisi Perempuan Antikorupsi ini.
Dia menilai, strategi yang digunakan untuk mengamplifikasi adalah dengan mempropaganda di media digital sekaligus memanfaatkan polarisasi dalam masyarakat agar publik yang terjebak ikut mendorong amplifikasi narasi dan serangan.
“Pemanfaatan polarisasi hal yang paling sering digunakan di ranah digital,” ucap Anita.
Anita mengimbuhkan, upaya pelemahan KPK sudah lama terjadi, seperti saat kasus cicak versus buaya. Hanya saja, jika dulu merupakan serangan dari luar sekarang bertambah dengan penggerogotan di internal KPK salah satunya lewat polarisasi.
“Jadi isu Talibanisme itu muncul ketika narasi bahwa radikalisme itu berbahaya sudah dijejalkan. Kemudian ditambahkan narasi baru yaitu ada radikalisme di tubuh KPK, akhirnya itu yang diterima,” ujarnya. (dal/fin).