JAKARTA – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri masih menyelidiki kasus kebocoran 279 juta data kependudukan warga Indonesia. Hari ini (2/6), penyidik berencana kembali memeriksa saksi yang dianggap berkaitan dengan kasus tersebut.
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengatakan, hari ini (2/6) panggilan dilayangkan kepada 5 orang saksi. Mereka berasal dari vendor Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU).
”Rencana kita ambil keterangan pada 2 Juni, ada lima vendor,” kata Argo kepada wartawan, Rabu (2/6).
Pemeriksaan saksi itu merupakan penyelidikan lanjutan. Pada 24 Mei, penyidik sudah mengambil keterangan pejabat BPJS Kesehatan yang bertanggung jawab terhadap operasional sistem teknologi informasi.
Sebelumnya, ada 279 juta data penduduk Indonesia diduga telah dibobol dan dijual di forum online. Data itu diduga berasal dari kebocoran salah satu instansi pemerintah.
Data-data yang dijual meliputi nama, Nomor Identitas Kependudukan (NIK), nomor telepon, alamat, alamat email, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), dan data pribadi lain. Data yang bocor itu diduga berasal dari institusi pemerintah yakni BPJS Kesehatan.
Informasi itu berdasarkan sebuah cuitan dari akun Twitter @ndagels dan @nuicemedia yang diunggah Kamis (20/5). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) telah menganalisis sampel data pribadi yang beredar sejak 20 Mei. Investigasi itu menemukan bahwa akun bernama Kotz menjual data pribadi di Raid Forums. Akun Kotz merupakan pembeli dan penjual data pribadi (reseller).
Disampaikan Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi, Jumat (21/5), data sampel yang ditemukan tidak berjumlah satu juta seperti klaim penjual, namun 100.002 data.
”Kominfo menemukan bahwa sampel data diduga kuat identik dengan data BPJS Kesehatan. Hal tersebut didasarkan pada data Noka (Nomor Kartu), Kode Kantor, Data Keluarga/Data Tanggungan, dan status Pembayaran yang identik dengan data BPJS Kesehatan,” ujar Dedy. (jawapos.com)