Kemudian, jika ia memperoleh keuntungan yang tidak seberapa sesudah bersusah-payah, ia akan melupakan penat lelahnya, dan menganggap apa yang telah dicapai dari keuntungan dunia yang fana itu sebagai suatu keuntungan yang besar.
Jika ia mengetahui, bahwa semua sifat itu ada pada dirinya, tidaklah ia merasa khawatir jika dirinya kelak dianggap sebagai seorang munafik di sisi Allah Swt. Atau dianggap sebagai orang yang masih meragukan janji-janji Allah Swt.
Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa mendengar adzan, sedang ia tidak berhalangan dan dalam keadaan sehat, tetapi ia tidak datang shalat, maka tidak ada shalat baginya.” (HR. Muslim).
Rasulullah Saw. pernah hampir membakar rumah orang-orang yang meninggalkan shalat berjemaah, sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits. Hal itu merupakan peringatan yang keras dan ancaman yang berat bagi orang yang meninggalkan salat berjemaah tanpa alasan yang benar. Alasan yang benar misalnya, tidak bisa hadir karena sesuatu halangan, atau jika hadir, akan mendapatkan kesusahan yang nyata, dan sulit ditanggung oleh kebanyakan orang.
Kecuali dalam beberapa hal yang berada diluar kesanggupannya seperti, sakit buang air (diare) yang tak kunjung berhenti. Jika ia datang untuk berjemaah pula, dikhawatirkan akan mengotori masjid dengan najis, atau sejenisnya. Maksud keudzuran ialah, melepaskan orang yang udzur itu dari tanggung jawab (tidak berdosa).
Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda, “Aku merasa kagum terhadap dua malaikat yang kedua-duanya diutus turun ke bumi untuk mencari seorang hamba di musalanya, dan ternyata keduanya tidak menemukannya, kemudian keduanya naik kembali ke langit seraya melaporkan : “Wahai Rabbku, sesungguhnya kami biasa mencatat amal hamba-Mu yang mukmin itu sepanjang siang dan malam harinya, yaitu berupa amal demikian dan demikian. Dan sekarang ternyata kami tidak menemukannya (berada dalam musalanya), sesungguhnya dia telah Engkau sekap di dalam ikatan-Mu, karena itu kami tidak mencatat sesuatu pun baginya. Maka Allah Swt. berfirman, “Catatkanlah oleh kamu berdua amal perbuatan yang biasa dikerjakan oleh hamba-Ku di sepanjang siang dan malam harinya, dan janganlah kamu berdua mengurangi catatan amalnya barang sedikit pun; Aku-lah yang memberinya pahala karena Aku telah menyekapnya dan dia mendapatkan pula pahala amal perbuatan yang telah dikerjakannya.” (HR. Thabrani melalui Ibnu Mas’ud r.a.).