Data 279 Juta WNI Bocor dan Dijual Hacker, RUU Perlindungan Data Pribadi Masih Belum Jelas

BANDUNG – Kepala Departemen Hukum Telekomunikasi, Informasi, dan Kekayaan Intelektual (TIK-KI) Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), Dr. Sinta Dewi, mengharapkan undang-undang terkait Perlindungan Data Pribadi lebih diperjelas.

Sebab, terkait bocornya data 279 juta WNI yang diduga dari BPJS, sebenarnya sudah ada undang-undang yang mengatur permasalahan tersebut. Namun, aturan tersebut belum benar-benar spesifik.

“Jadi untuk secara regulasi, kan kita sebetulnya sudah ada undang-undang yang melindungi. Tapi kan tidak spesifik dan tidak khusus. Makanya kan sekarang lagi menunggu nih RUU-nya punya perlindungan data pribadi,”ujarnya saat dihubungi via telepon oleh jabarekspres.com, Jum’at (21/5).

Ia berharap, Rencana Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) bisa lebih spesifik dan dapat bertanggungjawab terhadap pemeliharaan dan kehati-hatian dalam memproses data penduduk.

“Nah kalau untuk RUU PDP ini, yang diharapkan itu kan pengaturannya lebih khusus ya spesifik. Jadi nanti di dalam RUU itu akan memberikan tanggungjawab buat Pemerintah dan Swasta. Pokoknya institusi yang mengoleksi data mereka punya tanggungjawab bagaimana mereka dapat memelihara memproses data penduduk itu sendiri,” paparnya.

Ia menambahkan, jika ada pihak yang ingin membawa permasalahan kebocoran data ini ke ranah hukum, Undang-Undang ITE Pasal 26 terkait tentang perlindungan data pribadi bisa jadi dasar hukumnya.

“Jadi kalau sekarang baru di Undang-Undang ITE Pasal 26 kalau misalnya mau dibawa ke ranah hukum. Tapi sekarang masih diteliti ini bocornya dari mana,” pungkasnya.

Sampai saat ini, Kementerian Komunikasi dan Informasi masih menjalankan investigasi terkait data 279 juta penduduk Indonesia yang bocor dan dijual hacker di internet. Diduga data tersebut bocor dari BPJS. Kemkominfo telah melakukan pemanggilan terhadap Direksi BPJS Kesehatan untuk memperdalam investigasi. (Mg10)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan