Banyaknya pemudik menjelang Lebaran membuat warung kopi di lingkar Nagreg ramai dikunjungi. Namun kini mereka hanya bisa pasrah dan melamun saat malam, berharap datangnya pengendara jalan untuk sekadar membeli kopi serta beristirahat.
Penulis: Yanuar Baswata, Bandung
BANDUNG – Hari Raya Idul Fitri memang menjadi momen langka bagi umat Muslin di seluruh dunia, khususnya bagi masyarakat Tanah Air.
Bagaimana tidak. Momen satu tahun sekali tersebut biasa dirayakan dengan besilaturahmi dan berkumpul bersama keluarga besar, yang pada akhirnya, membikin kedua momen ini menjadi budaya antik di Indonesia.
Namun, tahun ini budaya Hari Raya Idul Fitri perlu ditunda, rasa rindu harus ditahan lebih lama.
Pasalnya, pemerintah memberikan aturan larangan mudik Lebaran dan mengimbau agar masyarakat tidak berkumpul dulu bersama keluarga besar dengan tujuan dapat memutus penyebaran virus Covid-19.
Akibat tidak adanya mudik Lebaran 2021, keramaian jalan yang biasa padat oleh pemudik kini kondisi jalanan cukup sepi lengang seakan tak ada hari raya.
Hal tersebut dirasakan oleh Entin, 56, warga Desa Nagreg, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung yang membuka warung kopi 24 jam di lingkar Nagreg bagian Barat, sebelah kiri tepat dekat belokan arah Bandung.
Kepada Jabar Ekspres Entin mengeluhkan kondisi hari raya tahun ini. Menurutnya, kemeriahan Idul Fitri tidak terasa, sebab warung yang biasa sangat ramai dikunjungi pemudik untuk sekadar istirahat, kini sunyi. Ia hanya bisa melamun memandang jalanan.
“Sekarang sepi, gak kayak tahun-tahun kemarin. Dulu rame, mau pagi atau malem, malah sampe subuh penuh terus yang mudik istirahat. Sekarang cuma gigit jari,” ujar Entin kepada Jabar Ekspres dengan raut wajah yang lelah, Selasa (18/5) malam.
Dinginnya malam telah terasa sejak awal perbincangan. Dengan jaket lusuh dan kerudung berwarna coklat pudar, Entin menghela nafas di tengah perbincangan, menerima keadaan warung kopinya yang sepi.
Dalam perbincangan dengan Entin, Jabar Ekspres cukup dibuat terkejut, pasalnya ia mengatakan, warung di sebelahnya yang menjajakan oleh-oleh sempat membagikan peyeum (singkong fermentasi) dan ubi jualannya.
“Waktu kemarin-kemarin malahan (warung) yang sebelah, ubi sama peyeumnya sampe dibagiin. Gak laku, mau disimpen juga bakalan busuk. Aduh kasian,” ucap Entin dengan suaranya yang pelan dikalahkan oleh hembusan angin malam.