Mudik mulai menjadi tradisi besar di era Orde baru, tepatnya ketika Ali Sadikin menjabat sebagai Gubernur Jakarta (1966-1977).
Dari uraian di atas tampak bahwa “semangat” untuk mudik merupakan warisan dari nenek moyang. Sehingga jelaslah mengapa bagi sebagian (besar) masyarakat Indonesia, mudik menjadi sesuatu yang wajib dilakukan.
Teori penulis adalah, masyarakat sangat rela penghasilan yang dengan susah payah diperolehnya selama 11 bulan, habis dalam waktu sebulan di kampung halaman.
Selain itu, karena mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam maka warga non muslim juga ikut menikmati suasana lebaran berdasarkan “tanggal merah” atau libur lebaran. Jadilah pergerakan mudik tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim namun juga non muslim.
Jadi jika bagi masyarakat Brazilia sepakbola merupakan agama kedua maka boleh jadi bagi masyarakat kita mudik merupakan agama kedua.
Ulasan di atas mengindikasikan bahwa mudik merupakan “revolusi sosial” masyarakat yang membawa dampak positif di kala kondisi normal.
Ada tiga kekuatan yang sangat besar di balik mudik. Pertama, masyarakat bergerak ke seluruh pelosok tanah air tanpa dikomando. Umumnya sebelum shalat Ied pada 1 Syawal warga sudah berada di kampung halaman. Kedua, masyarakat jadi melupakan segala keletihan fisik, psikis bahkan materi untuk mudik.
Ketiga, nilai rupiah yang terakumulasi atas gerakan mudik masyarakat saat lebaran sangat besar jumlahnya.
Ekonom Indef, Bhima Yuddhistira memperkirakan jumlah uang beredar pada lebaran tahun ini di kisaran Rp 140 sampai dengan Rp 160 triliun. Tentu angka ini merupakan asumsi di kala normal. Sedangkan berdasarkan jumlah uang layak edar Bank Indonesia menyebutkan bahwa pada lebaran 2020 sejumlah Rp 157,96 triliun.
Itulah sekelumit “The Power of Mudik” yang hanya dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Dan agenda besar itu tahun ini kembali dipaksa terhenti karena pandemi yang belum berakhir. Namun secara umum antusiasme masyarakat untuk mudik belum turun secara signifikan sekalipun larangan mudik disertai berbagai ancaman.
*) Penulis adalah Pengamat Masalah Sosial dan Kemasyarakatan.