Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa menjadi wali atas harta anak yatim hendaklah diperkembangkan (diperdagangkan) dan jangan dibiarkan harta itu susut karena dimakan sodaqoh (zakat).” (HR. Al-Baihaqi).
Dalam hal ini Allah Swt. telah berfirman, “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sungguh, (tindakan menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar.” (QS. An-Nisâ, 4:2)
Dan dalam Firman-Nya lagi dinyatakan, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisâ, 4:10).
Sebab turunnya ayat ini berasal dari pertanyaan Urwah bin Az-Zubair, dia bertanya kepada Aisyah r.a. tentang hal tersebut, Aisyah r.a. berkata, “Wahai keponakanku, anak yatim ini berada dalam perawatan walinya, yang hartanya bergabung dengan harta walinya, lalu walinya tertarik terhadap kecantikan dan hartanya. Kemudian walinya ingin menikahinya tanpa berlaku adil dalam maharnya, maka dia memberikan kepadanya tidak seperti dia memberikan kepada yang lainnya. Maka menikahi mereka terlarang, kecuali jika dia berlaku adil kepada mereka dalam menyempurnakan maharnya, lalu mereka disuruh untuk menikahi wanita-wanita yang disenangi para lelaki selain wanita-wanita itu.”
Juga dalam riwayat lain, dari Muqatil bin Hayyan, bahwasanya seorang pemuda dari Ghathafan bernama Martsad bin Zaid menjadi wali harta keponakannya yang seorang yatim, lalu dia memakan harta itu.
Juga dalam riwayat lain, Aisyah r.a. berkata, “Ayat ini diturunkan mengenai anak yatim perempuan yang tinggal dengan seorang laki-laki yang mengasuhnya, padahal hartanya telah dicampurkan atau diserikati pengasuhnya, sedang dia tidak mau menikahinya dan tidak pula melepaskannya dinikahi orang lain. Jadi, harta anak itu di kuasainya sedang diri anak itu ditelantarkannya, dinikahinya sendiri tidak, diserahkannya supaya dinikah orang lain pun tidak.”
Rasulullah Saw. telah menggolongkan pemakan harta anak yatim ke dalam kategori tujuh bencana yang besar, dan di antara dosa-dosa besar yang membinasakan.