Ia menuturkan keberadaan BUMDes Niagara bukan tanpa persoalan sebagai contohnya hingga saat ini pihaknya masih kesulitan ketika mengembangkan unit usaha jual beli produk kerajinan.
Hal tersebut karena pihaknya masih kesulitan dalam membuka pasar untuk menjual hasil produksi warga sekitar seperti sandal, sepatu, dompet, dan tas.
“Pemasarannya masih sangat terbatas. Padahal dengan menjual produk-produk itu, kami ingin lebih memberdayakan masyarakat,” katanya.
Selain itu, belum optimal dalam mengelola aset-aset yang ada menjadi masalah lainnya yang dihadapi oleh pihaknya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat Bambang Tirtoyuliono bersyukur saat ini semakin banyak BUMDes di wilayahnya yang telah berhasil sehingga berkontribusi terhadap pemasukan kas desa.
Walaupun demikian, pihaknya memastikan perlunya pendampingan terhadap perusahaan pelat merah tersebut agar kinerjanya semakin baik sehingga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.
Sebagai contoh, Bambang memastikan pihaknya akan melakukan intervensi untuk mengoptimalkan BUMDes Niagara.
“Pemerintah punya kewajiban untuk memberikan pendampingan tentang tata kelola keuangan, aset. Salah satunya melalui program Aksara atau Akademi Desa Juara,” katanya.
Pihaknya akan membantu perajin yang diberdayakan BUMDes Niagara agar menghasilkan produk dengan desain yang baik dan sesuai keinginan pasar.
“Termasuk membantu untuk membuka akses pasar, seperti memberi pelatihan digital marketing dan mempertemukan dengan off-taker,” katanya. (antara)