Saat diberi pertanyaan mengenai penyebab channa barca bisa diberi harga setinggi itu, Alief yang belum pernah kesampaian memilikinya, hanya menjawab singkat, “Barca eksotik banget. Rare item.”
Soal pemasukan yang didapat dari menjual ikan channa, ia cuma mengalkulasikannya tiap per satu kali birahi. “Kalau per bulan, belum terhitung. Namun dari pendapatan ternak tahun kemarin bisa sampai kisaran Rp 7 juta dari sekali ikan birahi (kawin),” jelasnya.
Kendati menjadi seorang peternak artinya bakal selalu berurusan dengan pemasukan dan pengeluaran. Ia tak pernah resah mengenai omset. “Enggak memikirkan juga per bulan harus dapet segini atau segitu,”
Hal tersebut dikatakannya karena ia tak memiliki ketertarikan jadi reseller.
“Karena breeder punya kepuasan sendiri, yaitu ketika momen-momen menggabungkan ikan (ngebola),” ujarnya dengan lumayan bersemangat. “Terus tiba-tiba kedua ikan itu akur, itu sudah berkah pisan. Apalagi disaat sang ikan ngebola terus bertelur, eta rezeki pisan.”
Sebelum melakoni peran sebagai breeder, Alief sudah terlampau bahagia sewaktu masih menjadi penghobi. Ia merasa sudah “terselamatkan” oleh ikan channa, “Enjoy aja, setiap pulang kuliah atau balik aktivitas ada yang bikin tenang.”
Sekalipun begitu, tak jarang hobinya ini membawa kesedihan tersendiri. “Kadang sang ikan loncat ke akuarium sebelah, terus mati.”
Adapun pada masa pandemi Covid-19, ia menilai bahwa geliat pasar untuk ikan channa malah meningkat. “Karena pandemi, otomatis orang diam di rumah. Karena bosan, mungkin minat membeli ikan naik.”
“Minat aja, ya. Kalau soal (jadi) beli atau enggak-nya kan beda lagi,” tutupnya sembari terkekeh-kekeh.