BANDUNG – Pemerintah pusat kembali memberlakukan kebijakan larangan mudik lebaran pada tahun 2021 ini.
Dampak dari pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai, membuat pemerintah tak ingin mengambil resiko dengan membatasi kebiasaan mobilitas masyarakat menjelang ramadhan.
Kebijakan larangan mudik mulai berlaku sejak tanggal 6 hingga 17 Mei 2021. Hal tersebut sudah menjadi keputusan resmi dari Menteri Koordinator PMK, Muhadjir Effendy.
Hal tersebut lantas menjadi pertanyaan cukup banyak pihak. Khususnya pelaku sektor transportasi, salah satunya perusahaan BUMN, PT. Kereta Api Indonesia (KAI).
Manajer Keuangan PT. KAI Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung, Erwin mengatakan bahwa pandemi telah menjadi pukulan telak bagi perusahaan.
Ia menjelaskan, bahwa pada tahun lalu PT. KAI harus terpaksa merugi hingga mencapai Rp 1,75 triliun. Meski tahun ini sudah ada peningkatan, namun tak signifikan.
“Dibanding kondisi normal, kita masih jauh. Rata-rata normal kita mencapai Rp 2,5 miliar per hari. Maret 2021 sebesar Rp 322 juta per hari dan April 2021 sampai saat ini Rp 600 juta per hari,” ujarnya saat memberikan keterangan dalam acara Forum Diskusi Wartawan Bandung, di Kota Bandung, Kamis (8/4).
Saat ini PT. KAI terus berusaha menggenjot pemasukan anggaran mereka dengan salah satunya menerapkan sistem tes GeNose kepada penumpang yang hendak melakukan perjalanan kereta api jarak jauh.
Selama ini, penggunaan GeNose sebagai alat tes prediksi gejala virus Covid-19 terus mengalami peningkatan setiap bulannya.
Namun rencana mudik lebaran yang harapannya bisa menjadi puncak balik untuk mengembalikan kestabilan anggaran bagi pelaku usaha sektor transportasi, kembali terganjal kebijakan pemerintah. (MG7)