SOREANG – Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung Tahun 2021 menargetkan pembentukan 280 Kampung Keluarga Berencana (KB).
Kepala DP2KBP3A Kabupaten Bandung, Muhammad Hairun mengungkapkan, bahwa program dari Kampung KB itu bisa menjadi salah satu upaya yang bisa mencegah kaum milenial dan kaum perempuan terpapar paham radikalisme.
Hairun juga mengatakan bahwa hanya baru ada 97 Kampung Keluarga Berencana (KB) yang baru terbentuk. Padahal, pihaknya menargetkan 280 desa atau setiap desa yang ada di Kabupaten Bandung memiliki Kampung KB.
“Target awal kita adalah dari 280 desa itu ada kampung KB-nya. Faktanya ada beberapa kepala desa di Kabupaten Bandung ini yang membentuk kampung KB mandiri, jadi artinya desa sendiri berinisiatif membentuk kampung KB baru, nanti target kedepannya mungkin penguatan regulasi untuk pembangunan KB,” ungkap Hairun saat wawancara, Soreang, Rabu (7/4).
Hairun juga menjelaskan, Kampung KB ini memiliki peran dalam mensosialisasikan delapan fungsi keluarga kepada masyarakat.
Oleh karena itu, program Kampung KB ini bisa menjadi salah satu strategi untuk menangani radikalisme, khususnya agar kaum milenial bisa terhindar dari kegiatan menyimpang.
“Pembinaannya rutin setiap bulan, dalam forum itulah kita sampaikan jangan sampai anak kita terutama yang masih milenial terpengaruh dengan hal-hal yang kurang bagus, salah satunya paham radikalisme itu,” kata Hairun.
Hairun juga menjelaskan, dalam program Kampung KB ada kegiatan RW ramah perempuan dan anak.
Kegiatan tersebut, lanjutnya, bertujuan agar masyarakat dan lingkungannya bisa peduli terhadap perempuan dan anak.
“Misalnya dengan cara tidak mengucapkan kata kasar kepada anak dan juga memperlakukan perempuan dengan hak dan kewajiban yang sama,” jelasnya.
Meski memiliki sejumlah manfaat, kata Hairun, namun ada beberapa kendala yang mengganggu proses berjalannya program KB ini. Yang pertama adalah kendala dalam hal budgeting.
“Kami mengalami refocusing anggaran hingga 50 persen sehingga otomatis anggaran untuk program Kampung KB juga jadi berkurang,” paparnya.
Lebih lanjut lagi, kata Hairun, kemudian kendala yang kedua adalah terkait dengan ketersediaan sumber daya manusia. Kata Hairun, masih ada saja pihak yang berpikir bahwa Kampung KB hanya lah sebatas kampung alat kontrasepsi. Oleh karenanya, lanjutnya, perlu dilakukan sosialisasi yang lebih masif.