Komisi Yudisial Ancam Laporkan Rizieq Shihab Jika Rendahkan Martabat Hakim

JAKARTA – Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata mengingatkan kepada Habib Riziek Shihab agar menghormati setiap keputusan hakim terkait proses sidang kasus Swab tes di Rumah Sakit Ummi.

Akan tetapi Jika Rizieq terindikasi merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim, Komisi Yudisial akan mengambil langkah hukum.

” Kalau pelaku merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim kepada penegak hukum dan memantau proses hukum sesuai prosedur hukum yang berlaku; dan/atau langkah lain adalah tindakan yang dilakukan Komisi Yudisial berupa non litigasi yang dapat berupa, mediasi, konsiliasi, dan/atau somasi,” kata Ketua Komisi Yudisial Mukti Fajar Nur Dewata kepada wartawan, Jumat (20/3).

Mukti mengatakan, langkah tersebut berdasarkan Peraturan KY Nomor 8 Tahun 2013 tentang Advokasi Hakim. Sebab, pada Jumat lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Timur menggelar sidang secara virtual. Tujuannya untuk menghidari kerumunan. Namun, Rizieq menolak kebijakan majelis hakim tersebut.

Majelis hakim memiliki kewenangan untuk menentukan sidang dilaksanakan secara virtual. Hal itu telah diatur dalam Perma Nomor 4 Tahun 2020 tentang Administrasi dan Persidangan Pidana Secara Elektronik yang ditandatangani Ketua Mahkamah Agung (MA) pada 25 September 2021.

“Harus dipahami bahwa hakim adalah pemimpin dalam persidangan. Hakim mempunyai kewenangan penuh dengan mengambil sikap memanggil HRS (Rizieq Shihab) untuk dihadirkan pada sidang virtual, walaupun hal tersebut juga dibatasi oleh hukum acara atau hukum formil,” ujar Mukti.

Mukti mengatakan hakim mempunyai dasar pertimbangan karena situasi dan kondisi pandemi. Menurut dia, hakim telah menyatakan sidang terbuka untuk umum. Artinya, publik tetap bisa mengakses persidangan meski digelar secara virtual.

Terkait penolakan terdakwa HRS untuk hadir dalam sidang virtual karena khawatir terdapat kendala teknis, hal itu juga bagian dari teknis yudisial. Secara hukum formil, maka memungkinkan untuk ditindaklanjuti dengan panggilan kedua, ketiga, atau panggilan paksa, atau in absentia.

“Sikap menolak hadir dalam persidangan, baik langsung maupun secara virtual, akan menjadi catatan dan terus didalami KY. Yang selanjutnya akan dianalisis lebih lanjut apakah merupakan kategori dari perilaku merendahkan martabat dan kehormatan hakim,” tegas Mukti.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan