LEMBANG – Harga cabai rawit di pasar tradisional saat ini masih menyentuh Rp 120 ribu sampai Rp 130 ribu per kilogramnya. Kondisi tersebut sudah terjadi selama beberapa pekan belakangan dan belum menunjukkan tanda bakal alami penurunan.
Melonjaknya harga cabai rawit sendiri terjadi disinyalir akibat beberapa faktor, seperti pasokan yang berkurang sebagai dampak gagal panen di sejumlah daerah, lalu karena cuaca buruk.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Harvick Hasnul Qolbi mengakui biasanya harga kebutuhan masyarakat termasuk cabai rawit memang selalu naik setiap menjelang bulan ramadan.
“Memang kelihatan tren itu selalu ada terus menjelang puasa dan sebagainya. Tentu coba kita lakukan dengan operasi pasar,” ungkap Harvick, Jumat (19/3).
Harvick mengatakan pemerintah belum merencanakan melakukan impor cabai untuk mengendalikan harga agar tidak terus merangkak naik sehingga membebani masyarakat dan pelaku usaha kecil-menengah.
“Belum ada rencana, kita berharap tidak perlu impor. Bahan-bahan apapun itu, produk petani kalau bisa tidak impor,” jelasnya.
Ading, petani Desa Cikidang Lembang mengatakan gara-gara cuaca buruk tanaman cabai yang ditanam petani banyak yang busuk karena kelebihan air. Akhirnya stok cabai dari petani untuk didistribusikan ke pedagang pun berkurang.
“Memang sekarang lagi mahal yang tanam cabai juga hanya segelintir orang. Karena kebanyakan cabai yang ditanam sekarang busuk,” kata Ading.
Ading menyebut mahalnya harga cabai rawit saat ini juga disebabkan jalur distribusi yang terlalu panjang dari petani ke pasar. Sebab petani bakal menyerahkan hasil panennya ke pengepul, barulah didistribusikan ke penjual di pasar sampai ke tingkat pengecer.
“Ya memang banyak juga tahapannya karena kan kita enggak bisa jual langsung ke pasar. Harus disetorkan dulu ke pengepul hasil panennya,” jelasnya. (mg6)