BANDUNG – Komunitas Teras Sosial Bandung merupakan komunitas yang terbentuk dari keresahan sejumlah mahasiswa Universitas Islam Bandung (Unisba), khususnya para mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) angkatan 2018 yang merasa bahwa mereka terlalu fokus berkegiatan di lingkungan kampus saja.
Sebagai mahasiswa, Febri dan rekan-rekannya selain aktif di internal kampus, mereka juga ingin membuat suatu kegiatan sosial yang bisa membantu masyarakat yang ada di Kota Bandung.
Berangkat dari hal tersebut, tepat pada tanggal 21 November 2020 tahun lalu, komunitas Teras Sosial Bandung dibentuk.
“Kita sebagai mahasiswa hanya berkutik di internal kampus aja tanpa membuahkan hasil, dari segi proker-proker (program kerja, red) pun minim ke arah masyarakat. Dengan kata lain, kurang untuk membantu masyarakatnya juga,” ujar Febri Nur Faturohman, Founder Komunitas Sosial Bandung ketika diwawancarai, Rabu (17/3) kemarin.
“Maka dari itu saya pribadi bersama rekan-rekan membuat komunitas ini untuk membantu masyarakat. Jadi kita gak hanya fokus ke mahasiswa di internal kampus, tapi kita ingin ada pengaruh dan manfaat buat masyarakat luar,” tambahnya.
Selain Febri, terdapat tiga mahasiswa lainnya yang tergabung dalam kepengurusan Komunitas Teras Sosial Bandung yaitu Dimas Rachmatsyah, Aulia Berliani dan Raisadina Maharani.
Relawan dari komunitas ini tidak menentu, jadi setiap ada kegiatan siapa saja bisa menjadi relawan.
Namun yang menjadi prioritas utama adalah mereka para mahasiswa/mahasiswi di Bandung dan untuk umumnya bisa dari masyarakat Kota Bandung yang peduli terhadap permasalahan sosial.
Gerakan Memberi Nasi Kotak atau yang disebut dengan “GERTAK” merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan komunitas mereka.
Komunitas Teras Sosial sengaja mengumpulkan donasi maupun open donasi dari teman-teman yang ingin membantu.
“Alhamdulillah ada beberapa teman dan orang lain juga yang aware terhadap permasalahan isu sosial ini. Akhirnya mereka pada donasi dan kita kumpulkan donasinya lalu kita belikan nasi kotak,” ucapnya.
“Nasi kotak di sini bukan nasi dan telur, nasi dan mie. Di sini kita mengganggap bahwa semua berhak makan enak. Maka beberapa hari kemaren kita memberi makanan ayam katsu dan lain sebagainya,” tambah Febri.