JAKARTA – Wisata horor atau mistis berpeluang menarik minat masyarakat di Indonesia. Terlebih saat ini, permintaan pariwisata bergeser ke arah yang lebih khusus, memberikan wisatawan pengalaman unik.
Dalam seminar pada akhir 2020, Dosen Program Studi Pariwisata Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia (UI), Dr. Diaz Pranita menyebut wisata hantu sebagai satu dari sembilan wisata minat khusus yang berpotensi dikembangkan.
Delapan wisata minat khusus potensial lainnya adalah Wisata Perdesaan, Wisata Pendakian Gunung dan Olahraga Paralayang, Wisata Olahraga Marathon, Wisata Bahari Kapal Layar (yachting) dan Selam (diving), Wisata Olahraga Arung Jeram, Wisata Gua dan Paramotor, Ekowisata, serta Wisata Relawan (voluntourism).
“Seminar tempo lalu ingin memberi gambaran kepada khalayak kalau saat ini permintaan pariwisata juga berubah dari mass dan low content menjadi niche, customize dan high content. Jadi industri pariwisata harus terus menggali pasar yang potensial dengan minat khususnya seperti apa,” kata Diaz.
Pengembangan Potensi Wisata Horor
Diaz menjelaskan, wisata horor sudah umum di banyak negara di dunia, mulai dari Inggris, Prancis hingga Jerman. Wisata hantu tumbuh sebagai bagian dari “dark tourism”, masa gelap yang pernah terjadi pada banyak negara, seperti peperangan dan genosida.
Sejarah gelap dari suatu tempat yang terjadi di masa lalu bisa menjadi cerita dan pengalaman unik yang menarik. Penelusuran kisah ini tentunya tetap memberikan edukasi mengenai cerita moral di baliknya ketika turis mengikutinya.
Masyarakat di Indonesia yang menyukai hal-hal berbau mistis membuat wisata jenis ini berpeluang untuk menarik minat orang-orang yang penasaran.
“Apalagi budaya nenek moyang kita animisme dan dinamisme juga sangat mistis,” ujar dia.
Ada banyak tempat yang berpotensi menjadi tujuan wisata horor, yakni daerah-daerah yang punya pengalaman gelap di masa lampau, atau kawasan yang berkaitan dengan budaya serta hal-hal mistis. Diaz berpendapat, hampir semua tempat di Indonesia pasti punya cerita yang terkait dengan hal-hal tersebut.
“Misalnya Alas Purwo, Pelabuhan Ratu, Trunyan, Laut Selatan, Toraja,” katanya.
Kendati demikian, menurutnya, sebaiknya untuk berhati-hati mengembangkan wisata horor ini agar tidak menjadi bumerang bagi daerah tersebut. Jangan sampai hal ini membuat wisatawan enggan datang.