SKB 3 Menteri Tuai Pro Kontra, Kali Ini Soal Seragam

JAKARTA – Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Mendikbud, Mendagri dan Menag) Tentang Seragam dan Atribut Sekolah Negeri menuai pro kontra dari sejumlah pihak.

Terbaru dari Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah MUI, KH Muhammad Cholil Nafis. Ia mengkritisi, masalah seragam sekolah di SKB 3 Menteri, khususnya soal jilbab bagi siswi muslimah.

“Mewajibkan yang wajib menurut agama Islam kepada pemeluknya aja tak boleh. Lalu pendidikannya itu dimana? Model pendidikan pembentukan karakter itu karena ada pembiasaan dari pengetahuan yang diajarkan, diharapkan menjadi kesadaran,” tulis Cholil Nafis dikutip dari akun Twitternya @cholilnafis, Jumat (5/2/2021).

“Namanya juga pendidikan dasar ya, masih wajib berseragam dan wajib bersepatu. Lah giliran mau diwajibkan berjilbab bagi yang muslimah (bukan nonmuslimah) kok malah tidak boleh,” sambungnya.

Menurut Cholil, kewajiban yang tidak boleh adalah kepada nonmuslimah atau murid dari luar agama Islam. “Yang tak boleh itu mewajibkan jilbab kepada nonmuslimah atau melarang muslimah memakai jilbab karena mayoritas penduduknya nonmuslim,” ucapnya.

“Memang agak aneh juga reaksinya. Kan sedang tak ada anak sekolah berseragam untuk beratribut keagamaan, karena semuanya sedang belajar daring, kok ya malah ngurus seragam. Baiknya memang mengurus gimana memaksimalkan belajar daring di pelosok yang tak terjangkau atau yang tak punya perangkatnya,” imbuhnya.

Senada, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menegaskan, seharusnya pemerintah mewajibkan sekolah mengatur para muridnya untuk berpakaian seragam sesuai dengan agamanya masing-masing.

“Negara atau dalam hal ini pihak sekolah bukannya membebaskan muridnya yang belum dewasa tersebut untuk memilih apakah akan memakai pakaian yang sesuai atau tidak sesuai dengan agama dan keyakinannya, tapi negara atau sekolah harus mewajibkan anak-anak didiknya agar berpakaian sesuai dengan ajaran agama dan keyakinannya masing-masing,” kata Anwar.

Anwar kembali menegaskan, bahwa Indonesia adalah merupakan negara yang berdasarkan nilai-nilai religius. Hal itu, termaktub dalam Pasal 29 UUD 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

“Oleh karena itu, pelbagai kebijakan yang dibuat dalam sektor pendidikan seharusnya berdasarkan nilai-nilai dan ajaran agama. Negara kita harus menjadi negara yang religius bukan negara yang sekuler,” ujarnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan