BANDUNG – Masa pandemi yang sudah mencapai hampir sampai satu tahun ini bukan hanya memberi dampak terhadap sektor perekonomian saja, melainkan juga sektor budaya tradisional turut kena imbasnya.
Hantaman pandemi Covid-19 sangat terasa bagi para seniman tradisional yang kini mulai sulit mendapat ijin untuk menggelar pentas, bahkan beberapa seniman daerah terpaksa menutup sanggar.
Menurut Mbah Jum, salah satu seniman tradisional Reak asal Cibiru, banyaknya seniman tradisional yang meredup dikarenakan mata pencaharian mereka hanya berasal dari hajatan (acara pernikahan dan khitanan).
Akan tetapi, sehubungan dengan PPKM maupun PSBB Proporsional yang diterapkan di beberapa daerah, hajatan ataupun resepsi pernikahan menjadi seret. Padahal para seniman tradisional bergantung pada acara-acara tersebut.
“Kita sebagai seniman tradisional harus memiliki pemikiran kreatif dan inovatif sehingga ketika kurangnya waktu pentas dan banyaknya batasan, kita bisa tetap bertahan,” ucap Mbah Jum, Minggu, 31 Januari 2020.
“Manfaatkan media bukan hanya media masa tapi media sosial seperti YouTube atau lain-lain sehingga seni kita tetap di ketahui,” tambahnya.
Ia juga mengatakan bahwa seni tradisional khususnya Reak merupakan seni yang bisa mendunia, tetapi dengan syarat: senimannya harus memiliki pemikiran yang maju.
Adapun Seni Reak Tibelat memang sudah banyak tampil di berbagai festival bahkan festival dari luar negeri. (mg13)