JAKARTA – Perusahaan pembuat robot humanoid Sophia, yang diperkenalkan pada 2016, berencana untuk memproduksi robot tersebut secara massal pada akhir tahun.
Hanson Robotics, yang berbasis di Hong Kong, mengatakan empat model, termasuk Sophia, akan mulai diluncurkan pada paruh pertama 2021, tepat ketika para peneliti memperkirakan pandemi akan membuka peluang baru bagi industri robotika.
“Dunia COVID-19 akan membutuhkan lebih banyak otomatisasi untuk menjaga keamanan orang,” kata pendiri dan kepala eksekutif Hanson Robotics, David Hanson, dikutip dari Reuters, Senin (25/1) dari antaranews.
Hanson percaya solusi robotik untuk pandemi tidak terbatas pada perawatan kesehatan, tetapi juga dapat membantu pelanggan di sejumlah industri, seperti ritel dan maskapai penerbangan.
“Robot Sophia dan Hanson unik karena sangat mirip dengan manusia,” tambahnya. “Robot itu bisa sangat berguna selama masa-masa ketika orang-orang sangat kesepian dan terisolasi secara sosial.”
Hanson menargetkan untuk menjual “ribuan” robot pada 2021, baik besar maupun kecil, tanpa memberikan ukuran tertentu.
Profesor robotika sosial, Johan Hoorn, yang meneliti Sophia, mengatakan bahwa meskipun teknologinya masih dalam tahap awal, pandemi dapat mempercepat hubungan antara manusia dan robot.
“Saya dapat menyimpulkan pandemi sebenarnya akan membantu kita mendapatkan robot lebih awal di pasaran, karena orang mulai menyadari bahwa tidak ada cara lain,” kata Hoorn, dari Universitas Politeknik Hong Kong.
Hanson Robotics meluncurkan robot tahun ini bernama Grace, yang dikembangkan untuk sektor perawatan kesehatan.
Produk dari pemain besar lainnya di industri juga membantu saat pandemi. Robot Pepper milik SoftBank Robotics dikerahkan untuk mendeteksi orang yang tidak memakai masker.
Di China, perusahaan robotika CloudMinds membantu mendirikan rumah sakit lapangan yang dijalankan oleh robot selama wabah virus corona di Wuhan.
Penggunaan robot sedang meningkat sebelum pandemi. Menurut laporan International Federation of Robotics, penjualan robot layanan profesional di seluruh dunia melonjak 32 persen menjadi 11,2 miliar dolar AS antara 2018 hingga 2019. (antaranews)