“Yang saya khawatirkan begini, jangan sampai kita sudah berutang tapi pembangunan kemudian kurang tepat sasaran,” katanya.
Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Pasalnya, Daddy menyebut, ada satu cabang dinas Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) yang hanya mendapat belanja sekitar 2 miliar di tahun 2021. Tapi, lanjut dia, belanja yang digunakan untuk satu alun-alun itu dialokasikan ada yang sampai 15 miliar.
“Itu kan menurut saya agak kurang logis, kurang pas. Ini kan repot buat kita. Saya sampaikan, kenapa saya bilang kurang tepat sasaran,” jelasnya.
“Jangan sampai tujuannya ingin mensejahterakan masyarakat tapi yang dibangun cuman alun-alun,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Daddy meminta seluruh stake holder terkait untuk melakukan pengawasan dan memantau pembangunan yang menelan anggaran besar dari sumber Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) atau dana utang.
“Ini yang menurut saya harus betul-betul pengawasannya harus ekstra ketat. Saya rasa semua stake holder Jawa Barat aware (sadar) soal ini,” ucapnya.
Daddy juga mengungkapkan bahwa seharusnya Pemprov Jabar menjadikan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang sudah disetujui untuk menjalankan program atau kebijakan pembangunan. Karena, sambung dia, di dalam RPJMD memuat indikator kinerja dan target utama tiap tahun.
“Itu (RPJMD) harus jadi pedoman, kalau tidak. Rasanya terlalu naif, kita jadi tolol semua. Tinggal bagaimana konsekuensi mengejar itu semua,” ungkapnya. (erwin)