BANDUNG – Satgas Anti Rentenir Kota Bandung menyebut telah melayani sekitar 5.720 pengaduan dari warga yang terjerat atau menjadi korban rentenir. Namun, diperkirakan masih banyak warga yang enggan mengadu.
Ketua Harian Satgas Anti Rentenir, Saji Sonjaya mengatakan, pada tahun 2020, pihaknya mendapatkan peningkatan aduan sekitar 30 persen yang kebanyakan korban pinjaman online.
“Kalau dulu awal pembentukan Satgas, rentenirnya sifatnya tradisional. Kalau sekarang banyak pengaduan ke kita hampir 60 persen korban pinjaman online yang ilegal,” kata Sanji di Bandung, Rabu (20/1).
“Dari segi latar belakangnya rata-rata yang jadi korban ibu-ibu. Sekitar 40 persennya pelaku usaha. Mereka pinjam untuk modal usaha hampir tiap tahun seperti itu,” tambahnya.
Tak hanya itu, dia mengungkapkan bahwa Kota Bandung menjadi barometer karena memiliki Satgas Anti Rentenir. Banyak daerah lain yang melakukan studi banding. “Ada juga sekitar 11 kota/kabupaten yang membuat Perda tentang rentenir,” ungkapnya.
Menurut Sanji, Satgas Anti Rentenir mempunyai visi mewujudkan Kota Bandung bebas rentenir dengan membantu para korban rentenir. Termasuk memverifikasi serta mengawasi rentenir berkedok koperasi.
“Kalau rentenir perorangan kita tidak bisa menyentuh karena ranahnya di kepolisian. Rentenir pinjaman online yang ilegal pun kadang yang tidak jelas kantornya dimana,” ucapnya.
Sanji menjelaskan bahwa pihaknya banyak menemui rentenir yang mengatasnamakan lembaga koperasi. “Jadi kita hanya menyentuh rentenir yang berkedok koperasi itu paling banyak. Untuk penindakannya dan pembinaan ada di kewenangan Dinas KUKM di Bidang Pengawasan. Kita hanya sampai verifikasi dan mengawasi,” tutupnya.
Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (KUMKM) Kota Bandung angkat bicara soal rentenir berkedok koperasi yang sering menyengsarakan masyarakat.
Kepala Dinas KUMKM Kota Bandung Atet Dedi Handiman mengatakan bahwa pihaknya selalu berkoordinasi dengan Satgas Anti Rentenir untuk mengawasi dan mengevaluasi para koperasi yang di dalamnya melakukan praktik rentenir.
“Terutama di Bidang Pengawasan Koperasi, sehingga koperasi-koperasi yang tadinya berkedok rentenir ada informasi ke kami sehingga langsung dievaluasi,” kata Atet dalam keterangan yang diterima, Rabu (20/1).
“Memang menjadi feedback bagi kami mengevaluasi dan mengawasi. Walaupun ternyata koperasinya berada di luar Bandung. Jadi permasalahannya di sini, dan itu akhirnya bukan kewenangan kita,” tambahnya.