Jakarta – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mencatat, dana kelolaan haji pada Tahun 2020 meningkat 15 persen dari Rp124,3 triliun pada 2019 menjadi Rp143,1 triliun pada 2020.
Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu mengatakan, BPKH dalam waktu dekat akan meluncurkan Integrasi Sistem Keuangan Haji bersama Kementerian Agama dalam program Transformasi Digital.
“Kemarin kami sudah mulai melakukan audiensi dengan Bapak Menteri Agama yang baru (Yaqut Cholil Qoumas). Kami sudah menyepakati adanya Integrasi Sistem Keuangan Haji bersama Kemenag dalam program Transformasi Digital yang sudah kita mulai sejak awal 2020,” ungkpanya, dilansir dari fin.co.id, Kamis (13/1).
Terkait tata kelola keuangan haji, Menag Yaqut juga mengingatkan, persoalan dana haji jangan sampai menjadi seperti skema ponzi atau berpotensi investasi bodong.
“Beberapa hari lalu saya memang bertemu dengan Bapak Wapres, dan beliau betul-betul berpesan tentang haji, salah satunya terkait pengelolaan keuangan haji. Jangan sampai kita terjebak dalam skema ponzi,” kata Yaqut.
Yaqut menjelaskan, bahwa dalam skema yang berlaku sekarang, pembiayaan haji masih menggunakan skema subsidi. Dana subsidi diambil dari hasil pengelolaan dana haji milik jamaah yang belum berangkat.
“Jangan sampai seperti arisan haji atau umrah, jadi yang mau berangkat duluan itu dicarikan dana dari yang lain sampai akhirnya yang belakangan itu jadi korban. Dalam konteks negara, ini duit APBN yang dipakai (untuk subsidi),” imbuhnya.
Yaqut berharap, di masa mendatang subsidi biaya haji bisa dikurangi secara bertahap. Kendati demikian, negara akan tetap memberi bantuan subsidi biaya haji, namun tidak terlalu besar. Sebab, subsidi haji yang terlalu besar akan menggangu skema pengelolaan dana haji yang saat ini dikelola oleh BPKH.
“Subsidi haji ini terlalu besar, bayar Rp35 juta kisarannya, tapi ongkos hajinya Rp70-an juta, (subsidinya) hampir setengahnya,” pungkasnya. (fin.co.id)