JAKARTA – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar menyampaikan bahwa dana desa dapat digunakan untuk mendukung biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) bagi siswa-siswi tak mampu di daerah.
Langkah tersebut, kata dia, salah satu upaya kementeriannya dalam mendukung Strategis Nasional Penanganan Anak Tidak Sekolah (Stranas ATS).
“Khusus pemerintah desa, program dan kegiatan yang mendukung Stranas ATS dapat dipraktikkan secara arif dengan menyalurkan bantuan biaya sekolah bagi anak didik atau bagi anak tidak sekolah atau putus sekolah karena ketidakmampuan ekonomi,” ujarnya di Jakarta, Rabu (23/12) kemarin.
Selain itu, lanjut dia, desa juga dapat menyalurkan peralatan persiapan untuk masuk sekolah bagi kalangan keluarga miskin yang diikuti dengan penyediaan bantuan biaya pendidikan seperti transportasi, uang buku dan lain-lain.
Bantuan tersebut mulai dari jenjang sekolah menengah pertama hingga atas. “Pemberian bantuan biaya pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus juga perlu dipersiapkan,” ucapnya.
penyediaan smartphone dan langganan internet bersama bagi keluarga tidak mampu ketika pendidikan dilaksanakan secara daring juga harus dapat dilakukan menggunakan dana desa. “Bahkan jika dibutuhkan, desa juga dapat membiayai operasionalisasi pelatihan anak-anak di luar jam sekolah,” ungkap Abdul.
Sementara itu, Menteri Bappenas Suharso Monoarfa mencatat angka absolut anak tidak sekolah di Indonesia mencapai 4,34 juta jiwa dan 3,1 juta di antaranya merupakan anak dengan kelompok umur 16-18 tahun.
Sementara anak kelompok umur 13-15 tahun yang tidak sekolah mencapai 987 ribu dan kelompok umur 7-12 tahun mencapai 241 ribu. Hal ini, kata Suharso, adalah kendala yang perlu diselesaikan pemerintah sebelum bicara soal ketimpangan pendidikan.
“Dalam memastikan pemerataan layanan pendidikan Indonesia masih terkendala dengan adanya anak-anak kita yang sulit dan bahkan tidak dapat menjangkau layanan pendidikan,” tukasnya. (din/zul)