Ketua Harian Kebijakan Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Jabar Daud Achmad mengatakan, saat ini Jabar memiliki kebijakan PSBB secara proporsional yang kewenangan penerapannya, ada di kabupaten/kota.
Melihat penambahan kasus baru COVID-19 di atas 1.000 per hari, apakah Jawa Barat akan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara menyeluruh ?
“Belum ada rencana, sementara ini diserahkan kepada kebijakan Bupati atau Walkot,” ujar Daud.
Baca Juga:214 Sekolah di Jabar Tak Miliki KepsekPolisi Bakal Tutup Jalan Masuk Bandung
Daud menjelaskan beberapa daerah mengalami lonjakan kasus yang tinggi seperti di Kota Depok, Sukabumi dan Bekasi. Walau begitu, menurut dia, temuan tersebut dikarenakan makin masifnya pengetesan di daerah tersebut.
Terkait angka yang dilaporkan pemerintah pusat, Daud mengatakan masih ada kendala pada sistem pada sistem pelaporan kasus Covid-19 ke pusat. Ia mencontohkan, dari 1.434 kasus yang diumumkan pusat, sedianya penambahan kasus di Jabar hanya 1.351 kasus.
Artinya selisih 100 kasus tersebut, ujarnya, sebagian merupakan data yang lama dan baru terlaporkan. “Ini juga data pusat sempat ada kasus 1.200 tapi yang barunya hanya 600,” ujar Daud.
Penambahan kasus COVID-19 yang terdeteksi sekarang berasal dari berbagai klaster, tetapi mayoritas berasal dari klaster keluarga. Oleh karena itu, ia menekankan agar masyarakat lebih ketat dalam menerapkan protokol kesehatan dengan menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun serta tak berkerumun.
Pemerintah memberlakukan syarat tes rapid antigen bagi masyarakat yang menggunakan moda transportasi kereta api dan pesawat. Kebijakan itu berlaku sejak 18 Desember 2020. Jadi, tes rapid antibodi yang biasanya menjadi alternatif deteksi dini virus tidak berlaku untuk sementara waktu.
Adapun, kebijakan itu diberlakukan guna mengantisipasi laju penyebaran virus Covid-19 pada momen libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2020. Harapannya, angka kasus positif Covid-19 dapat ditekan dengan syarat ketat tersebut.
Menanggapi hal itu, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Sujatno menyatakan ketidaksetujuannya atas kebijakan tersebut. Pasalnya, ia mengkhawatirkan kebijakan ini malah dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggungjawab.
Baca Juga:Persib U-15 Latihan Virtual dengan Shohei MatsunagaLanjutan Kompetisi Kian tak Jelas, Manajemen Persib Sulit Tentukan Langkah
’’Alih-alih menjadi upaya pencegahan Covid-19. YLKI menduga rapid test sebagai prasyarat transportasi dan aktivitas (termasuk jenis antigen) akhirnya hanya akan menjadi ladang bisnis baru yang membebani konsumen,’’ ungkapnya kepada JawaPos.com, Kamis (17/12).
