Setelah Omnibus Law UU Ciptaker, Giliran RUU Ketahanan Keluarga Jadi Polemik

Selain itu, ia juga menyebut dalam UU nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan UU nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur tentang peran keluarga.

“Lebih baik merevisi UU Perkawinan yang sudah ada karena belum terealisasi daripada membuat UU baru yang substansinya terlalu luas dan mengurusi segala macam hal,” ujarnya.

Nurul juga menyoroti terkait Pasal 27 huruf 3 dalam RUU Ketahanan Keluarga yang mengatur hak cuti dan hak tunjangan pekerja padahal dalam Pasal 82 UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah diatur yaitu memperbolehkan pekerja perempuan memperoleh istirahat 1,5 bulan sebelum dan setelah melahirkan.

“Sebaiknya kita berpikir ulang, karena masyarakat Indonesia heterogen, tidak mungkin dapat diseragamkan. Saya melihat RUU ini terlalu ribet dan banyak sekali mengurus hal-hal yang seharusnya tidak perlu diurus (negara),” tandasnya. (khf/zul/fin)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan