“Saya khawatir turun jika mengacu PP 78, karena ekonomi minus. Ini sebenarnya win-win solution, kecuali jika kabupaten/kota siap. Ini hampir semua provinsi menetapkan, karena tak ada waktu lagi,” katanya.
Sebelumnya, Ketua DPD Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) Jawa Barat Muhamad Sidarta mengatakan kondisi pandemi covid-19 adalah upaya menggiring buruh agar memaklumi tak naiknya upah minimum 2021.
“Pemerintah sudah sejak awal menggulirkan opini itu (tidak naik), menggiring supaya rakyat khususnya kaum buruh memaklumi kalau upah buruh 2021 tidak naik, akan disamakan dengan upah tahun 2020. Artinya, pemerintah tidak pro rakyat, tidak pro buruh sebenarnya masalah seperti ini bukan pertama kali, kita pernah krisis 98. Upah naik tidak masalah,” kata Sidarta.
Sidarta meyakini tahun depan belum tentu kondisi ekonomi tidak membaik. Hal itu berkaca dari pengalaman sebelumnya bahwa ekonomi Indonesia masih bisa terselamatkan tanpa harus menunda kenaikan upah minimum bagi buruh.
“Pemerintah tetap menaikkan upah buruh sebagai jaring pengaman, yaitu upah minimum baik UMP, UMK dan UMSK sebagai jaring pengamanan,” tegasnya.
Menurutnya, lewat surat edaran tak naiknya upah minimum 2021 akan berpengaruh pada daya beli masyarakat. Terutama pertumbuhan ekonomi secara nasional.
“Kami menolak isi surat edaran tersebut, itu pasti akan memperlemah daya beli kaum buruh dan rakyat. Karena upah buruh dibelanjakan untuk pedagang, ojek, untuk mengontrak rumah dibelanjakan lagi kalau daya beli (buruh) melemah tentu masyarakat lain juga melemah,” pungkasnya. (mg1/drx)