BANDUNG – Pantai Jawa berpotensi tsunami setinggi 14 sampai 20 meter dari sumber gempa besar (megathrust) di masa yang akan datang. Hal tersebut berdasar pada skenario terburuk jika semua segmen megathrust di sepanjang Jawa pecah secara bersamaan.
Salah satu tim riset ITB, Ahli Tsunami sekaligus Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB Abdul Muhari menuturkan, hasil riset ini menjadi kewaspadaan bagi masyarakat yang ada di kawasan pesisir. Bahkan, mereka juga harus mengetahui arah evakuasi jika terjadi gempa yang berpotensi tsunami.
“Jika terjadi gempa dirasakan di kawasan pesisir baik itu lemah maupun kuat tetapi goncangannya menerus selama lebih dari 20 detik, maka masyarakat harus segera evakuasi,” kata Abdul dilansir detikcom, Rabu (30/9).
Berkaca dari pengalaman tsunami di Pangandaran pada 2006 dan Mentawai pada 2010, menunjukkan bahwa guncangan gempa yang dirasakan oleh masyarakat sangat lemah, tanpa disadari ternyata gempa tersebut diiringi dengan tsunami.
“Jadi jika gempa terasa menerus selama lebih dari 20 detik, masyarakat harus segera evakuasi, ada atau tidak peringatan dini secara resmi dari pemerintah,” ucapnya.
Untuk itu, langkah mitigasi yang bisa dilakukan masyarakat secara sederhana, kata dia, dari mulai menyiapkan tas siaga bencana (TSB) keluarga dan menyiapkan lokasi evakuasi bersama.
“Jika terjadi bencana dan jika pada saat itu anggota keluarga terpisah satu sama lainnya. Maka nanti bisa bertemu di tempat evakuasi yang sudah ditentukan. Rencana evakuasi di tiap keluarga sangat penting, karena bisa saja tsunami terjadi siang, sore, atau malam,” ujar Abdul.
Abdul menjelaskan, TSB tersebut berisikan dokumen penting keluarga (akte, kartu keluarga, surat kendaraan, dan lainnya), makanan kaleng atau minum untuk minimal 3×24 jam, obat-obatan pribadi, senter, masker. “Intinya tas keperluan pribadi yang diperlukan saat bencana atau dalam kondisi darurat,” kata Abdul menjelaskan.
Selain itu, peran pemerintah daerah dalam menyikapi hasil riset ini dirasa sangat penting untuk melakukan kebijakan mitigasi. Abdul mengatakan, Pemda wajib menyusun rencana penanggulangan bencana berbasis kajian risiko bencana yang lebih detil di daerah masing-masing.
“Rencana penanggulangan bencana ini nanti akan diturunkan menjadi rencana kontijensi yang berisikan skenario siapa berbuat apa dalam konteks kedaruratan. Semua daerah kabupaten-kota harus memiliki dokumen Kajian Risiko Bencana dan rencana kontijensi,” ucapnya.