CIKALONGWETAN – Tanah carik seluas 15 hektare di Desa Cikalong, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat diduga dijual oleh oknum pejabat desa nonaktif ke pihak perseorangan.
Tanah carik atau tanah desa yang dijual itu merupakan lahan garapan warga setempat dari beberapa RW.
Total ada sebanyak 47 penggarap yang menggarap lahan terbagi dalam beberapa blok, antara lain blok Jariam, blok Pasir Kawah, blok Gunung Batu, dan blok Cigoong.
Tanah carik tersebut dijual ke perseorangan atas nama Hendra, yang diketahui bukan merupakan warga Cikalong.
Selain itu, penjual juga melakukan pembuatan dokumen palsu yang menyebutkan 27 penggarap memohon pembuatan sertifikat tanah carik yang nantinya akan dimiliki pembeli.
Ketua RW 19 Agus Rohimat mengatakan penjualan tanah carik tersebut berawal saat pejabat RW 19 nonaktif atas nama Tajudin memanggil para penggarap.
Tujuannya yakni memberitahukan jika tanah yang tengah digarap akan diambil alih oleh desa untuk ditanami pohon jeruk.
“Kemudian disebutkan kalau penggarap akan mendapatkan ganti rugi senilai Rp 3000 permeter, jadi bulan dihitung perpohon yang sudah tumbuh di tanah garapan. Setelah beberapa bulan, ternyata warga saya dapat kabar tanahnya dijual ke seseorang atas nama Hendra,” ungkap Agus saat ditemui, Senin (28/9).
Agus mengatakan penggarap yang akhirnya tergusur, mengaku tidak tahu menahu soal rencana penjualan tanah tersebut. Selain itu, mereka juga tak pernah merasa mengajukan permohonan pembuatan sertifikat tanah.
“Ya warga kami memang tidak merasa mengajukan penyertifikatan tanah. Tapi tiba-tiba ada nama-nama penggarap yang menyetujui penjualan tanah dan mengajukan sertifikat. Bahkan nama saya dan tandatangannya juga ada,” tuturnya.
Ia dan warga lain yang masuk daftar 27 penggarap penjual lahan dan pemohon sertifikat kemudian diundang oleh kepolisian untuk dimintai keterangan.
“Jujur saya kaget karena sampai berurusan dengan polisi, ini baru pertama. Ternyata saya ditanya soal penjualan tanah. Saya jawab apa adanya. Terus dicek juga tandatangan asli saya dengan yang di dokumen, dan ketahuan ternyata dipalsukan,” bebernya.
Warga tidak bisa menolak dengan alasan tanah tersebut memang milik desa. Namun sudah digarap oleh warga setempat secara turun temurun selama puluhan tahun lantaran merupakan mata pencaharian mayoritas penduduk.