BANJARAN – Eksistensi program angkutan online dianggap tak memiliki konsep yang jelas, padahal telah mengeluarkan anggaran yang cukup besar.
Hal tersebut dikatakan Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Bandung, Toni Permana, menurutnya, program angkot online hanyalah suatu tindakan reaktif dari Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung terhadap kemajuan teknologi. Namun, tidak diimbangi dengan kesiapan secara matang dan dari sisi konsep tidak jelas. Apalagi saat ini, masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan gunakan angkutan umum.
”Program angkot online ini menggunakan anggaran yang cukup besar, sehingga harus segera dievaluasi. Jika memang program angkot online tersebut tidak memungkinkan untuk dilanjutkan, maka Dinas Perhubungan Kabupaten Bandung harus mencari ide atau inovasi lain,” ungkap Toni saat di konfirmasi melalui telepon seluler, Selasa (1/9).
Toni menjelaskan, hingga saat ini sosialisasi program angkot online masih kurang. Ditambah lagi, tingkat kesadaran masyarakat untuk menggunakan transportasi publik masih kurang, dibandingkan menggunakan angkot, masyarakat lebih memilih untuk menggunakan ojek online.
Selain itu, lanjut Toni, saat ini juga masyarakat dimudahkan untuk mengakses kredit kendaraan. Sehingga, banyak masyarakat yang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan bersusah payah menggunakan angkutan umum yang kondisinya sangat kurang baik.
”Angkutan online ini memang sulit direalisasikan di lapangan. Jika hanya mengandalkan potensi yang ada, maka akan sulit dan program itu hanya bisa menjadi isapan jempol saja. Oleh karena itu, harus ada kerjasama dengan pihak ketiga, pihak swasta atau pihak yang lebih profesional untuk pengelolaannya, misalnya pengelolaan server dan sebagainya,” jelasnya.
Toni menjelaskan, ada dua hal yang berkaitan dengan transportasi. Yaitu pemilik kendaraan dan pengemudi kendaraan. Dua hal tersebutlah yang harus terus dibina secara maksimal dan serius, seperti menggelar pembinaan tentang cara berlalu lintas, pembinaan tentang mengelola tampilan kendaraan, dan sebagainya.
Sehingga, kata Toni, angkutan publik jadi salah satu pilihan bagi masyarakat. Menurutnya, beberapa pemilik kendaraan angkutan mengalami kerugian sehingga terpaksa menjual beberapa kendaraannya.
”Selain itu, banyak orang yang terpaksa menjadi pengemudi angkut, daripada tidak ada pekerjaan lain. Dulu itu supir angkot bisa mendapatkan Rp200 ribu per hari. Saat ini, untuk mendapatkan Rp50 ribu saja sangat sulit. Karena, memang peminat dari angkutan ini semakin terbatas,” pungkasnya. (yul/rus)