Untung Ada Bansos, Tapi Sampai Kapan?

SUMEDANG – Pandemi Covid-19, sudah berjalan sejak lima bulan terakhir. Namun, tidak menggoyahkan program Pemerintah Kabupaten Sumedang, dalam menurunkan angka kemiskinan 1 persen pertahun.

“Untuk Tahun 2019 tetap berjalan. Justru malah peningkataannya cenderung bertambah (meningkat),” kata Ketua Komisi lll DPRD Sumedang, H Mulya Suryadi kepada Sumeks, Kamis (27/8).

Meskipun dengan kemunculan keluarga miskin yang jumlahnya cukup banyak, tetapi, kata H Uthe –sapaan akrabnya—kondisi itu diimbangi dengan bantuan pemerintah yang luar biasa.

Kepala Keluarga (KK) yang mendapatkan bantuan itu,” ujarnya.“Hampir mencapai 80 ribu

Sebanyak 80 ribu penerima manfaat itu, terdiri dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), baik pusat, provinsi maupun non DTKS. “Kalau yang miskin lama yang mendapat bantuan PKH tetap berjalan. Hanya pola yang berbeda,” sebutnya.

Pola berbeda itu, menurut H Uthe, jika sebelum Covid-19 lewat program Rantang Simpati yang hingga saat ini masih tetap berjalan. “Jadi program kemiskinan yang dahulu tetap berjalan, sekarang ditambah degan program bantuan tunai,” ujarnya.

Sementara untuk menggairahkan sektor ekonomi, pemerintah menggelontorkan dana bagi pelaku UMKM. “Secara hakekat, memang program pengentasan kemiskinan ini tetap berjalan, cuman dikemas sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada,” tuturnya.

Disebutkan, terdapat 14 kriteria kemiskinan menurut Kementerian Sosial RI. Yakni memiliki luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi perorang. Jenis lantai dari tanah atau bambu. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu (rumbia atau kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester).

Kemudian tidak memiliki fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumah tangga lain. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik, sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak terlindung. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar atau arang atau minyak tanah.

Hanya mengonsumsi daging atau susu atau ayam satu kali dalam seminggu. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun, hanya sanggup makan sebanyak satuatau dua kali dalam sehari, tidak sanggup nembayar biaya pengobatan di puskesmas atau poliklinik.

Selain itu, memiliki sumber penghasilan kepala tumah tangga adalah petani dengan luas lahan 500 meter persegi. Buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000 perbulan. “Pendidikan terakhir kepala keluarga sangat rendah, tidak memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual dengan minimal Rp 500.000,” tukasnya. (nur)

Tinggalkan Balasan