Bully Motivasi

Bully Motivasi
0 Komentar

Tapi nilai ulang itu bisa saja justru membuat nilai penyanggah turun. Meski bisa juga tetap. Atau naik. Syarat lainnya adalah: membayar uang sanggah. Yang kalau sanggahan itu berhasil, uang kembali. Yang kalau gagal uang hilang. Nilainya –dalam rupiah– sekitar Rp 1,5 juta.

Christy bertekad menyanggah nilai 44 itu. Ketika niat itu disampaikan ke orang tua, mereka menyerahkan sepenuhnya kepada Christy. Demikian juga ketika disampaikan ke para pembina di sekolah. Semua menyerahkan keputusan ke Christy.

Tekad pun bulat. Dia penuhi semua yang disyaratkan. Sebulan kemudian Christy mendapat pemberitahuan: nilainyi diperbaiki. Menjadi nilai sempurna, 45.

Baca Juga:Besaran Gaji, Manajemen Persib Ikuti Keputusan PSSIMessi Gabung Inter Milan, Immobile Tinggalkan Liga Italia?

Sebenarnya Christy bukan anak yang ambisius untuk nilai. Tapi dia begitu ingin membuktikan bahwa kata-kata bully yang pernah dia dengar itu salah. Justru karena pernah diremehkan itulah yang membuat Christy teguh untuk meraih nilai sempurna.

Waktu itu, ketika kata-kata bully itu disampaikan padanyi, Christy sampai menangis. Malamnya dia menangis lagi. Lebih lama. Perasaannyi hancur. Terutama karena bully itu datang dari orang yang paling dia hormati.

Kalau yang mem-bully adalah teman atau orang yang dia tidak kenal, Christy tidak akan seterpukul itu. Tapi ini justru diucapkan oleh orang yang selama ini dia jadikan panutan.

Seperti apa sih kata-kata bully itu sampai begitu hebatnya memukul jiwa Christy?

Christy tidak segera menjawab pertanyaan saya itu. Dia diam. Lama sekali. Menunduk. Matanyi berkaca-kaca. Pipinyi memerah. Rambutnyi menjuntai menutupi pipi. Hanya kacamatanyi yang seperti menahan air mata itu menetes.

“In English, ok,” sela saya. Siapa tahu kalau diucapkan dalam bahasa Inggris bully itu lebih bisa terucapkan. Lidah Christy lebih Inggris dari Indonesia.

Dia tetap saja diam. Pandangannya ganti ke arah jauh. Matanya tetap sembab.

Baca Juga:Tim Valentino Rossi Kena MasalahPresiden FIFA Terancam Pidana

“说中文也可以, ” sela saya lagi dalam bahasa Mandarin. Saya tahu dia bisa berbahasa Mandarin.

Dia tetap diam.

Saya biarkan saja dia diam. Sampai emosinyi mereda. Tapi saya tetap ingin tahu: kata-kata bully seperti apa yang bisa membuat seorang remaja begitu merana. Setidaknya saya akan belajar untuk diri saya sendiri. Terutama dalam menghadapi cucu-cucu yang sudah berangkat remaja.

0 Komentar