Menurutnya, pansus pun sudah ada sejak zaman Ahmad Heryawan (Aher) dulu. Sehingga, kata dia, jika ada pansus sekarang jangan kaget. Karena pansus ini bukan berarti so-soan dalam memperbaiki manajemen.
“Menang tahun 2020 waktu itu kita tidak melakukan persetujuan terhadap pembiayaan APBD terhadap BUMD. Hanya satu yang kita setujui, yaitu bjb Rp 100 miliar,” cetusnya.
Di 2021 nanti, ujar dia, ada kemungkinan akan mulai melakukan suntikan dana kepada BUMD yang bisa memberikan setplan bagus, perencanaan yang baik, dan bisa membukukan pendapatan yang maksimal yang pada akhirnya bisa memberikan devident terhadap Pemprov Jabar.
“Ada beberapa BUMD meminta, tapi waktu itu kita bersepakat karena pergerakan BUMD itu belum bisa memberikan report positif kepada pemprov,” terangnya.
“Kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat, harus profesional dalam mengelola BUMD ini. Jangan asal-asalan. Jangan jadikan BUMD ini sapi perah. Jangan jadikan BUMD ini yang akhirnya tidak profesional dalam menjalankan tugasnya,” tegasnya.
“Cari orang-orang profesional, pegang BUMD. Pertanggungjawabkan. Jangan karena itu BUMD jadi tempat berkumpulkan tim sukses, akhirnya tidak profesional. Jangan jadikan sebagai alat bagi pemerintah berjalannya tidak baik. Jangan karena orang dekat, anak pejabat, tim sukses, BUMD diisi oleh orang yang tidak profesional,” tegasnya.
Terpisah, Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan (Unpas) Acuviarta Kartabi, mengatakan, permasalahan yang sedang dihadapi BUMD dalam ketidakproduktifan untuk memberikan Pendapatan Asli Daerah (PAD), merupakan persoalan klasik yang tidak mampu diselesaikan.
“Jadi sebenarnya itu sudah sekian lama. Kenapa tidak bisa diselesaikan? Karena evaluasi dan pengawasan oleh pemprov sebagai pemegang saham itu sangat kurang,” kata Acuviarta saat dihubungi.
Dia memandang, dari segi perekrutan manajemen BUMD pun kurang optimal. Sebab, terlalu banyak unsur politis, nepotisme sehingga berpengaruh terhadap kinerja.
“Menang ada yang namanya openbidding (seleksi terbuka). Tapi ya itu sekedar open rekrutmen saja. Pada akhirnya keputusan itu lebih banyak keputusan politis,” katanya.
“Sehingga kemudian para manajemen, para direksi itu harusnya diberikan target. Sehingga mereka bekerja itu dengan target. Nah ini target tidak ada. Jadi jika target tidak tercapai ya biasa aja,” imbuhnya.