Namun, Muawiyah yang sudah merasakan asam garamnya dunia politik, menolak permintaan Hasan, dengan mengatakan: “Jika aku yakin bahwa engkau lebih tepat menjadi pemimpin daripada diriku, dan jika aku yakin bahwa engkau sanggup menjalankan politik untuk memperkuat kaum Muslimin dan melemahkan kekuatan musuh, tentu kedudukan khalifah akan kuserahkan kepadamu,” balasnya.
Jawaban tersebut jelas bukan yang diharapkan Imam Hasan. Apalagi tak lama setelah itu, Muawiyah menyiapkan ribuan pasukan perang yang hendak ia bawa ke Kufah untuk menggempur kekuatan Hasan sebagai khalifah.
Hasan dalam kesehariannya sangat lunak. Lebih menyukai perdamaian. Menurut para sejarawan menilai sikap Hasan yang lebih pengejawantahan dari sabda Rasulullah yang berdoa kepada Allah agar cucunya tersebut menjadi orang yang mendamaikan dua golongan kaum muslimin.
Namun, sebagai seorang pemimpin, tidak bisa berdiam diri saat mendapat ancaman untuk mengudetanya. Ia kemudian mengumpulkan penduduk Kufah dan mengabarkan bahwa kotanya akan diserang pasukan Muawiyah yang bergerak dari Syam. Menjadikan sebuah dusun bernama Nukhailah. Sebagai markas pusat militer yang hendak melawan pasukan penyerbu dari Syam.
Sejarah mencatat bahwa penduduk Kufah memperlakukan Hasan sebagaimana mereka bersikap kepada ayahnya, Ali bin Abi Thalib. Tak menghiraukan seruan pemimpin yang mereka bai’at sendiri. Meskipun ada seorang Adi bin Hatim yang mengecam sikap penduduk Kufah dengan mengatakan, ’’Alangkah buruknya sikap yang kalian perlihatkan kepada seorang pemimpin yang telah kalian pilih dan kalian bai’at sendiri. Tidakkah kalian dapat membuka mulut menyambut ajakan pemimpin kalian sendiri. Seorang cucu Rasulullah?’’
Adi bin Hatim adalah pemimpin suku at-Tha’iy yang sejak dulu tinggal di Kufah. Terkenal sebagai orator ulung. Ia masuk Islam pada tahun 9 Hijriyah dan menjadi salah satu sahabat Rasulullah. “Ucapan anda [Hasan] sudah kudengar dan seruan anda sudah kupahami. Dengan ini aku menyatakan ketaatan dan kesetiaan kepadamu, demi Allah. Mulai detik ini juga aku siap menjalankan perintah anda, dan sekarang juga aku hendak berangkat ke Nukhailah,” sambungnya.
Dengan menunggang unta ia berangkat ke Nukhailah sendirian. Di pemusatan pasukan tersebut ia mendirikan tenda sendiri sambil menunggu para pengikutnya dari kabilah at-Tha’iy. Sebagian penduduk Kufah, terutama kaum laki-laki yang fisiknya kuat untuk berperang, akhirnya menyambut seruan Hasan. Sementara sebagian yang lain kembali ke rumah masing-masing.