“Saya tidak hanya mengajar Yoga. Saya juga mengajar kebaikan,” ujarnyi. Saya memang mewawancarainyi seusai Zoom kemarin.
Salah satu yang terus ditekankannyi adalah: jangan ego. Kendalikan ego. Dia sendiri tidak mau bersikap rakus –tarif yang tinggi dan murid yang banyak.
Melihat pembawaannyi Tio ini seperti orang Bali. Lembut dan halus. Ternyata dia orang Batak. Guru yoga dan meditasinyi yang orang Bali.
“Jiwa saya memang lebih ke Bali. Tapi keras suara dan fighting spirit saya masih Batak asli haha…,” ujarnyi.
Tio baru tertarik yoga di umur 34 tahun. Ada kejadian khusus yang membuatnyi lari ke yoga. Yakni setelah bapaknyi meninggal. “Jiwa saya agak guncang. Kerja saya semakin ambisius,” ujarnyi.
Tio sangat ‘anak bapak’. Ditinggal bapaknyi itu Tio merasa berubah. Menjadi self center, narcicist dan berujung pada depresi.
“Saya merasa tidak bahagia dengan kehidupan yang saya jalani. Padahal banyak hal berhasil saya capai,” katanyi.
Waktu itu Tio menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar. “Karir, pujian dan popularitas ternyata tidak membuat saya damai,” katanyi.
Saat depresi itu dia memutuskan berhenti berkarir. Dia melanglang negara. Dia keliling Asia –seorang diri. Selama 3 bulan. “Di Kamboja saya melihat tempat yoga sederhana sekali. Tapi energi yang muncul dari tempat itu penuh ketenangan,” katanyi.
Di Kamboja itulah dia mulai tertarik yoga. Dia mulai belajar bahwa bahagia itu berbeda dengan rasa gembira.
Tio tidak hanya mengajar yoga. Juga meditasi. Guru meditasinya itulah yang dari Bali. Orangnya tinggi. Tio mengabadikannya di profil picture ponselnya.
Sosok itu pula yang jadi gurunya Anjasmara dan Ade Rai. Di Bali Usada Health Meditation itulah Tio mengubah jiwanyi.
“Beliaulah yang mengajarkan saya bahwa yoga bukan sekedar pose tapi belajar menikmati tubuh dan mencintai tubuh apa adanya,” katanyi. “I am truly blessed to have them as my role model Pak,” tambahnyi.
Dengan adanya Zoom, Tio bisa mengajar sejak jam 06.30 pagi sampai 19.30 malam. Untuk enam kelas bergantian. Termasuk kelas privat.