BANDUNG – DPRD Jabar menyoroti soal kebijakan Pemprov Jabar di tengah polemik soal kelanjutan PSBB atau new normal di Jabar. Anggota DPRD Provinsi Jabar, Daddy Rohanady memandang, mengubah kebiasaan hidup bukanlah perkara mudah. Dibutuhkan komitmen kuat untuk melaksanakannya. Komitmen dalam arti sesungguhnya, bukan hanya sekadar komat-kamit temen (komitmen).
Menurutnya, rencana penerapan new normal menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Hal itu menyisakan banyak PR (pekerjaan rumah).
“Kita terpaksa menyesuaikan diri dengan gaya hidup baru berprotokol kesehatan.
Kalau mencuci tangan mah, bukan hal aneh. Sejak kecil kita sudah ditanamkan kebiasaan itu. Bedanya, dalam era the new normal kebiasaan itu frekwensinya menjadi lebih banyak,” katanya, kemarin (29/5).
“Selain itu, kita juga diharapkan selalu bermasker. Padahal, itu masih terasa janggal karena selain wajah tak tampak secara utuh, suara pun menjadi kurang jelas ketika bicara,” paparnya.
Dirinya juga menyoroti soal kerumunan di terminal, stasiun, bandara, atau pelabuhan. Pengendalian situasi itu menjadi tugas tambahan buat para petugas di masing-masing lokasi.
“Memang Covid-19 penularannya sangat cepat, sehingga mau tidak mau dan suka tidak suka, kita harus antisipasi. Maka, tidak aneh jika ada yang menjulukinya virus kerumunan,” terangnya.
Pandangan lainnya datang juga dari Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya. Dia mendukung pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) karena perpanjangan PSBB akan menunjukan sesungguhnya keadaan nyata pandemi COVID-19 di Jabar.
“Saya dukung sepenuhnya kebijakan perpanjangan PSBB daripada tiba-tiba memberlakukan kebijakan kondisi new normal yang tidak jelas,” kata Asep.
Menurutnya, penerapan PSBB lebih menunjukkan kehadiran pemerintah dengan cara melakukan kerja preventif untuk masyarakat agar terhindar dari pandemi virus korona.
Meski kurva kasus Covid-19 belum menunjukan tren menurun, kata dia, pihaknya menyarankan waktu pemberlakuannya disamakan dengan daerah-daerah lain se-Jabar.
Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat itu menilai bahwa new normal merupakan bentuk pemaksaan diam-diam pemerintah terhadap warga lantaran tak mampu menangani seutuhnya pandemi COVID-19.
“Pernyataan Pak Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto yang mengatakan bahwa fase new normal akan dihentikan jika terjadi wabah gelombang kedua. Saya kira secara implisit bisa dinilai sebagai penegasan atas kondisi coba-coba ini,” paparnya.