”Dan tentu biaya sangat mahal mengingat kita mengutamakan kesehatan dalam penyelenggaraan, ada yang harus disediakan antiseptik, alat pelindung diri, bagaimana menjamin setiap tahapan benar-benar aman dari Covid-19,” katanya.
Persoalan penting lainnya dalam memutuskan penyelenggaraan pemilu di tengah pandemi kata dia adalah terkait budaya masyarakat. ”Kalau masyarakatnya belum terbiasa dengan budaya menjaga kesehatan, rendahnya komitmen untuk mencegah penularan, ini kan kontra produktif kalau tahapan sudah dimulai lagi sebelum atau pada masa puncak pandemi, bisa-bisa kasus positif akan melonjak tinggi,” paparnya.
Memang menurut dia beberapa negara salah satunya Korea Selatan berhasil menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi, namun negara tersebut baik sistem, kebijakan termasuk budaya penduduknya benar-benar memiliki kesiapan.
”Nah kita juga membutuhkan waktu untuk mempersiapkannya, makanya kalau kami berpandangan pilkada sebaiknya digelar pada 2021, jadi pemerintah dan penyelenggara punya waktu mempersiapkan dan kita sudah melewati fase puncak,” jelasnya.
Namun jika sesuai kesepakatan penyelenggara, pemerintah dan DPR yang akan menggelar hari pemilihan pada Desember 2020 maka diprediksi waktunya cukup sempit, terlalu dekat dengan puncak pandemi atau bahkan kemungkinan tahapan sudah dimulai lagi di sekitar fase puncak.
Pengamat Hukum dan Tata Negara Yusdiyanto Alam menambahkan kesepakatan antara penyelenggara pemilu, pemerintah dan DPR untuk menyelenggarakan hari Pemilihan kepala daerah pada Desember 2020 harus dipertimbangkan lagi. Fokus anggaran lebih baik dialihkan untuk pengentasan pengangguran dan bencana wabah Virus Korona di daerah masing-masing.
”Sisi kemanusiaanlah yang diutamakan. Saat ini jangan pula mengedepankan Pilkada tapi hal paling krusial diabaikan,” timpalnya.
Semua pihak, sambung dia, tengah menghitung kapan puncak pandemi dan apakah dalam beberapa bulan ke depan apa benar-benar sudah melewati masa krisis dari Covid-19. ”Atau sebaliknya ada gelombang kedua,” imbuh Yusdiyanto.
Menurut dia, jika hari pemilihan digelar pada Desember 2020 artinya tahapan yang terhenti sudah harus dimulai kembali pada Juni atau menunda selama 3 bulan, sementara saat ini kondisi pandemi masih menunjukkan tren kenaikan kasus positif.
”Memulai tahapan pada saat masa krisis bahkan ketika belum mencapai fase puncak pandemi Covid-19 menurut saya akan sangat berisiko untuk keselamatan baik penyelenggara, peserta pilkada maupun masyarakat,” jelasnya.