JAKARTA – Presiden Joko Widodo resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota menjadi Undang-Undang.
Perppu ditetapkan pada 4 Mei 2020 dengan ditandatangani Presiden Joko Widodo dan resmi diundangkan.
”Perppu ini akan menjadi payung hukum penundaan dan pelaksanaan Pilkada yang bergeser dari bulan September ke Desember Tahun 2020,” kata Plt. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum yang juga Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar Selasa (5/5/2020).
Sebagaimana diketahui Pemerintah dalam hal ini Kemendagri, Komisi II DPR RI, dan penyelenggara Pemilu telah menyepakati untuk melakukan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 di 270 Daerah akibat dampak pandemi Covid-19.
”Sebagaimana disebutkan dalam Perppu, tepatnya di Pasal 201 A, disebutkan Pilkada akan ditunda pada Desember karena wabah Covid-19. Mulainya kan kalau mengikuti tahapan, pencoblosan dilakukan 23 September, dengan demikian mundur 3 bulan dari jadwal,” jelasnya.
Namun skenario terburuknya jika Covid-19 belum tuntas, maka dimungkinkan dilaksanakan penundaan kembali berdasarkan persetujuan bersama KPU, DPR dan Pemerintah, semua norma pengaturan tersebut telah diatur dalam Perpu Nomor 2 tahun 2020, tambahnya.
Sebelumnya Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyarankan agar tahapan Pemilihan kepala daerah serentak 2020 baru dimulai kembali setelah Indonesia melewati fase puncak Covid-19.
”Harapannya tindakan kontra produktif ketika saat ini kita sedang berupaya menekan penularan Covid-19, sebaiknya penyelenggaraan dimulai kembali setelah Covid-19 mereda,” kata Titi Anggraini.
Kondisi ini pun, sambung dia, mengingat perkembangan pandemi ini menurut dia Pilkada memang kecil kemungkinannya digelar ketika kasus Covid-19 tersebut benar-benar tuntas atau dengan nol kasus.
”Ya, selama vaksin belum tersedia mungkin saja pandemi ini belum berakhir, kita tetap menggelar Pilkada di masa pandemi tetapi mestinya setelah kasus melandai, sebab pilkada ini melibatkan interaksi banyak orang,” kata dia.
Selain itu, penyesuaian mekanisme penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi menurut Titi juga membutuhkan waktu karena banyak hal yang pasti akan berubah mengikuti protokol kesehatan.